Rabu, 30 Oktober 2013

Sumpah Pemuda dan Nasib UU Kebahasaan Kita

Oleh: Mhd. Zaki, S. Sos., M. H.
Sebagai bangsa yang besar, sejatinya kita tidak melupakan begitu saja peristiwa sejarah masa lalu perjuangan bangsa. Penghargaan terhadap jasa-jasa para pejuang bangsa ini patut pula diberikan. Penghargaan terhadap para pejuang tersebut tidak cukup pula dengan hanya mengenang dan sebatas memperingati hari-hari besar nasional saja, seperti memperingati hari Kebangkitan Nasional, Sumpah Pemuda, Hari Pahlawan, dan hari besar nasional lainnya. 

Kompleksitas di Lokalisasi

Oleh: Mhd. Zaki, S. Sos., M. H.*
Niat baik anggota dewan beserta Pemerintah Kota (Pemkot) Jambi untuk menutup lokalisasi di Jambi dengan dirumuskannya Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) yang diharapkan akan menjadi Peraturan Daerah (Perda) patut mendapat apresiasi. Walaupun hal ini oleh banyak kalangan dinilai telat, setelah dampak buruk dari kehadiran lokalisasi tersebut telah berhasil mengontaminasi kehidupan masyarakat di “Tanah Pilih Pusako Betuah” yang dikenal dengan masyarakatnya yang sopan, santun dan teguh terhadap nilai-nilai agama dan budayanya. 

Kamis, 03 Oktober 2013

Kehilangan Kesaktian Pancasila

Oleh: Mhd. Zaki, S. Sos., M. H.
Setiap tanggal 1 Oktober, bangsa ini memperingati hari Kesaktian Pancasila. Kesepakatan ini dilatarbelakangi oleh peristiwa sejarah yang memilukan bagi bangsa ini, yakni pemberontakan Gerakan 30 September Partai Komunis Indonesia atau yang biasa dikenal dengan sebutan G 30 S/PKI. 

Jumat, 27 September 2013

Sinopsis Pemilukada Kerinci

Oleh: Mhd. Zaki., S. Sos., M. H.
Suasana di Kabupaten Kerinci sedikit terasa berbeda dari hari-hari biasanya. Maklum, masyarakat Kerinci baru saja melaksanakan hajatan demokrasi lima tahunan, yakni Pemilihan Umum Kepala Daerah (Pemilukada) Kabupaten Kerinci untuk periode 2013--2018. Wajah-wajah lelah pun masih tergambar jelas dari raut muka mereka yang turut aktif dalam memantau dan menyukseskan pesta demokrasi di Kabupaten yang dijuluki “Sekepal Tanah Surga yang Tercampak ke Bumi” ini. 

Kamis, 29 Agustus 2013

Esensi Pemberlakuan UKT

Oleh: Mhd. Zaki, S. Sos., M. H.
Sistem pendidikan kita kini tampil dengan terobosan baru. Setelah pemberlakuan kurikulum 2013 untuk tingkat sekolah, kini giliran perguruan tinggi. Khususnya dalam hal sistem pembiayaan pendidikan yakni dengan pemberlakuan Uang Kuliah Tunggal (UKT) yang mulai diterapkan pada semester ganjil tahun ajaran 2013/2014. Seperti diketahui tujuan awal dari pemberlakuan UKT pada dasarnya adalah positif. Dalam konteks ini pemerintah berusaha memberikan pemerataan peluang kepada masyarakat untuk tetap bisa melanjutkan studi di bangku perkuliahan.

Rabu, 21 Agustus 2013

Korupsi itu Hebat!

Oleh: Mhd. Zaki, S.Sos., M. H.
Kasus korupsi sepertinya tidak ada muaranya. Ia mengalir dari mana saja. Seperti apa yang menimpa seorang guru besar beberapa hari lalu yang telah mencengangkan semua pihak. Tidak ada yang menduga sekelas guru besar juga ikut hanyut terbawa derasnya arus korupsi. Hal tersebut semakin menguatkan berjayanya korupsi di negeri ini. Korupsi terus membabi buta. Ia tidak lagi mengenal dan memilih apakah ia seorang guru besar, pejabat publik, politisi, bahkan seseorang itu di lembaga yang mengurusi masalah keagamaan sekalipun. Begitu hebatnya korupsi!

Minggu, 04 Agustus 2013

Safari Politik Berlabel Ramadan

Oleh: Mhd. Zaki, S. Sos., M. H.
Bulan Ramadan merupakan bulan mulia yang penuh dengan berkah dan ampunan dari Allah S.W.T. Pada bulan yang suci ini, umat Islam dianjurkan untuk senantiasa meningkatkan kuantitas maupun kualitas amalan dengan menjalankan berbagai ibadah wajib maupun ibadah sunat. Mengapa demikian? Karena di bulan Ramadan ganjaran pahalanya akan dilipatgandakan oleh Allah S.W.T. Bisa dibayangkan kalau saja amalan kita di bulan Ramadan ini bisa dimaksimalkan, maka bukan mustahil kemenangan di 1 Syawal akan menjadi milik kita.

Sabtu, 20 Juli 2013

Beasiswa untuk Siapa?

Oleh: Mhd. Zaki, S.Sos., M.H.
Pemerintah Provinsi Jambi kembali membuka penerimaan Program Beasiswa tahun anggaran 2013. Penerimaan kali ini sesuai pengumuman yang dimuat di laman resmi Pemprov. Jambi diperuntukkan untuk jenjang S1 dan S2. Sebelumnya Pemprov. Jambi melalui Dinas Pendidikan Prov. Jambi juga telah membuka penerimaan Program Beasiswa untuk jenjang S3 (baru), dan untuk jenjang S2 (lanjutan).  

Rabu, 19 Juni 2013

Memantau Sistem Penerimaan Mahasiswa Baru

Oleh: Mhd. Zaki, S.Sos., M.H.
Musim penerimaan mahasiswa baru sudah tiba. Berbagai jalur penerimaan mahasiswa pun dibuka. Mulai dari jalur Sistem Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN), Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SBMPTN), Ujian Masuk Bersama (UMB), Seleksi Lokal Masuk Bersama (SLMB) dan berbagai penamaan lain yang setiap tahun senantiasa diubah-ubah.

Sabtu, 08 Juni 2013

WTP: Prestasi atau Prestise

Oleh: Mhd. Zaki, S.Sos., M.H.
Beberapa waktu yang lalu, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI memberikan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) terhadap  Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) Provinsi Jambi Tahun 2012. Ucapan selamat pun mengalir dari pimpinan SKPD yang dimuat media massa. Hal ini, tentu sebuah kebanggaan tersendiri sebagai bagian dari masyarakat Jambi. Apalagi Pemprov. Jambi mendapat peringkat ke empat teratas nasional atas prestasi tata kelola keuangan ini.

Sabtu, 25 Mei 2013

Disparitas yang Melebar Menyongsong MDGs 2015

Oleh: Mhd. Zaki, S.Sos., M.H.
Dalam sebuah Rapat Kerja (Raker) yang dilakukan Kementerian Koordinator Kesejahteraan Rakyat (Kemenkokesra) dengan Pemerintah Provinsi Jambi di sebuah hotel ternama di Kota Jambi beberapa hari lalu telah menyisakan beberapa catatan terkait tujuan pembangunan demi terbangunnya kesejahteraan masyarakat dunia. Dihadiri oleh berbagai perwakilan, baik itu dari perwakilan pemerintah pusat, pemerintah kabupaten/kota, perguruan tinggi, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dan perwakilan masyarakat lainnya yang secara keseluruhan berjalan lancar.

Minggu, 12 Mei 2013

Menuliskan Tradisi Lisan


Oleh: Mhd. Zaki, S.Sos., M.H.
Masyarakat Jambi dikenal kental dengan balutan budaya melayunya. Tutur bahasanya yang sopan, santun, elok, tergambar dari berbagai budaya dan tradisi yang dimilikinya. Salah satunya adalah tradisi lisan. Beragam tradisi lisan yang dimiliki oleh masyarakat Jambi. Salah satunya adalah apa yang kita kenal dengan seloko adat Jambi. “Adat selingkung negeri, undang selingkung alam” yang bermakna bahwa dalam kehidupan masyarakat Jambi berada dalam kerangka atau koridor hukum adat (adat selingkung negeri) dan hukum positif (undang selingkung alam).

Di dalam kehidupan sosial masyarakat adat Jambi mengakui pula adanya tingkatan hukum yang lebih tinggi yang berlaku di samping keberlakuan hukum adat. Dari seloko tersebut tersirat, bahwa segala permasalahan yang ada dalam kehidupan masyarakat terlebih dahulu diselesaikan secara adat. Ketika secara adat menemui jalan buntu maka baru mengacu kepada hukum yang lebih tinggi (undang selingkung alam). 

Selain dikenal sebagai masyarakat yang kental dengan adat budaya, Jambi juga dikenal dengan masyarakatnya yang relijius, ini tercermin dari hukum adat Jambi yang senantiasa berpedoman pada ketentuan agama. Berkaitan dengan sifat relegius masyarakatnya, hal ini bisa ditemui dalam seloko yang menyebutkan “Adat bersendikan syara’, syara’ bersendikan kitabullah”. Adat bersendikan kepada agama, agama berpedoman pada kitab Allah (Alquran).

Apa yang dicontohkan di atas merupakan bagian kecil tentang kekayaan tradisi, khsusunya tradisi lisan yang menjadi kekayaan masyarakat Jambi.  Ia begitu sederhana, akan tetapi kalau dimaknai ia mempunyai nilai dan makna positif yang begitu dalam. Seloko tersebut di atas merupakan bagian dari tradisi lisan yang dimiliki Jambi yang mungkin saja sepuluh atau dua puluh tahun yang akan datang tidak akan kita temui.

Banyak lagi contoh lain dari tradisi lisan yang dimiliki oleh masyarakat Jambi. Seperti ketika membicarakan tentang tradisi Senandung Jolo, maka dunia tidak bisa lepas dengan Dusun Teluk Kabupaten Muarojambi. Mengapa demikian? Karena disitulah tradisi Senandung Jolo itu muncul dan pernah hidup. Begitu juga ketika berbicara tentang tradisi Basale, kita tidak bisa lepas dengan kehidupan Suka Anak Dalam (SAD) yang masih jauh dari jangkauan kemajuan zaman.

Secara teori, tradisi dalam banyak literatur adalah sebuah kebiasaan yang dilakukan sejak lama dan menjadi bagian dari suatu kelompok atau masyarakat. Ia bisa melekat dengan suatu budaya, bangsa maupun agama yang keberlangsungannya sangat dipengaruhi oleh sistem pewarisan yang dilakukan oleh para pendahulunya. 

Begitu juga dengan tradisi lisan yang semakin lama semakin berkurang penuturnya karena tergerus oleh perkembangan zaman. Pelaku tardisi lisan pada saat ini boleh dibilang tinggal segelintir orang. Itu pun dalam kondisi yang sangat memprihatinkan. Karena generasi yang berkenan melanjutkan tradisi tersebut boleh dibilang sedikit sekali, karena berbagai pertimbangan yang kadang cenderung pragmatis. 

Hal yang demikian merupakan tantangan berat bagi kita semua yang mengaku peduli terhadap khasanah dan nilai-nilai budaya. Ia bukan saja merupakan kekayaan bangsa Indonesia semata, akan tetapi tradisi lisan itu juga harus disadari sebagai bagian dari warisan dunia yang perlu dilestarikan keberadaannya. 

Untuk itu, salah satu alternatif yang bisa dilakukan saat ini dalam rangka usaha menyelamatkan tradisi lisan tersebut adalah mensinergikannya dengan tradisi tulis. Dengan mensinergikan kedua tradisi tersebut,  sehingga tradisi tulisan bisa menopang tradisi lisan yang mulai kehilangan para penutur atau generasi penerus. 

Artinya antara tradisi lisan dan tradisi tulisan ini bukanlah dua hal yang tidak mungkin untuk disinergikan. Bahkan ia akan saling mendukung. Ketika tradisi lisan itu mulai terancam karena berkurangnya para penutur, maka dengan tradisi tulis mungkin akan bisa membantu mengatasi hal tersebut. Tradisi lisan yang biasanya dituturkan oleh  para pelaku tradisi bisa dituangkan dalam bentuk tulisan maupun dokumentasi lainnya. 

Tulisan tersebut bisa dibukukan, disimpan di CD, bahkan bisa disimpan dengan menggunakan media digital sekalipun sesuai dengan perkembangan zaman. Dengan harapan tradisi lisan tersebut tetap bisa dipelajari untuk generasi yang mungkin sempat terputus karena faktor berkurangnya penutur dan persoalan ketertarikan generasi penerus terhadap tradisi tersebut. Dengan demikian tradisi lisan tetap bisa dipelajari kapan dan di manapun mereka berada.

Apa yang penulis sebut dengan usaha pelestarian tradisi, bukan sengaja hendak melestarikan tradisi dengan tetap membiarkan atau mempertahankan seperti kehidupan masyarakat SAD yang hidup dalam keterbelakangan. Bukan pula ingin mempertahankan masyarakat tradisi sebagai objek penelitian semata seperti yang terjadi selama ini. Akan tetapi bagaimana tradisi yang berlaku di dalam sistem kehidupan masyarakat tradisi itu bisa senantiasa dipelajari dan menjadi referensi dalam pengembangan ilmu pengetahuan, khususnya yang berkaitan dengan tradisi lisan. Di sinilah pintu masuk bagi tradisi tulisan. 

Jumat, 03 Mei 2013

Kekeliruan Susno dan Lembaga Peradilan


Oleh: Mhd. Zaki, S.Sos., M.H.
Apa yang dilakukan oleh seorang Komisaris Jenderal (Purn) Susno Duadji belakangan ini yang ramai diberitakan oleh hampir seluruh media massa sungguh mencengangkan dan sekaligus membuat kening kita seperti kehilangan bentuk. Apalagi bagi masyarakat biasa, pasti akan bertanya-tanya kenapa hal seperti ini bisa terjadi! Kesalahannya di mana?, dan mungkin akan banyak lagi deretan pertanyaan muncul yang memerlukan jawaban yang masuk akal tentunya. 

Setelah keberaniannya mengungkap berbagai kasus besar yang melibatkan petinggi Polri, Komjen (Purn) Susno Duadji seakan memiliki kekuatan baru. Kasus yang menimpa dirinya berhasil menarik simpati berbagai kalangan yang sekaligus menjadi sumber pasokan energi yang menjadi kekuatan bagi dirinya. Salah satunya adalah dari salah satu petinggi partai. Bahkan tidak tanggung-tanggung, oleh petinggi dan pengurus partai ia telah dijadikan sebagai calon legislatif dari partai tersebut. Tentu bukan main-main ketika keputusan partai menetapkan para calon yang akan duduk di bangku legislatif. Mereka pasti sudah mempertimbangkan dan memperhitungkan dengan matang keputusan tersebut. 

Pasokan energi lain muncul ketika pengakuan dari salah satu anggota Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) bahwa Susno sekarang berada di dalam lindungan lembaga tersebut. Menurut LPSK Susno berhak dilindungi  karena dianggap sebagai whistle blower dalam berbagai kasus besar. Ia menjadi sumber informasi penting dalam menguak berbagai kasus yang sampai hari ini masih belum semuanya terbuka. Selanjutnya energi tersebut datang dari Polda Jabar yang memberikan pengamanan dan perlindungan terhadap eksekusi yang dilakukan oleh pihak kejaksaan yang berwenang atas hal itu. 

Jadi wajar saja jika logikanya ia (Susno) merasa menjadi lebih kuat dan bisa pergi ke mana-mana. Namun pertanyaannya, apakah seperti itu sikap seorang mantan Kabareskrim yang secara hukum telah diputuskan bersalah oleh pengadilan? Sepertinya ini adalah contoh mantan Komjen pengecut yang berusaha lari dari kenyataan atas kesalahan yang telah dibuatnya sendiri.  

Semestinya karena beliau adalah orang yang berpengalaman dalam proses penegakan hukum sekaligus lahir dari institusi penegakan hukum, harusnya beliau taat atas keputusan pengadilan, bukan malah sebaliknya berusaha mencari celah yang bisa diakali untuk menghindari jeratan hukum. 

Mempreteli Kewibawaan Pemerintah 
Harus diakui bahwa Susno menjadi juru kunci atas banyak kasus yang melibatkan orang-orang penting di institusi negara, baik Direktorat Pajak, maupun di institusi penegakan hukum seperti Kepolisian. Secara tidak langsung keterangan yang diberikan oleh Susno di meja pengadilan terbukti sedikit banyak telah berlahan mempreteli kewibawaan pemerintah dengan membuka aib satu demi satu institusi negara, sehingga menjadikan presiden sering tersandung oleh kasus yang melibatkan bawahannya sendiri.

Logika yang Keliru
Alasan yang digunakan oleh Susno dalam menolak eksekusi yang dilakukan oleh pihak kejaksaan seperti yang diberitakan adalah terkait dengan putusan Mahkamah Agung (MA) yang menolak kasasinya. Dalam putusan tersebut tidak mencantumkan perintah penahanan 3 tahun 6 bulan penjara. Dalam putusan MA hanya tertulis menolak permohonan kasasi dan membebankan biaya perkara kepada terdakwa sebesar Rp 2.500. Selanjutnya Susno menilai bahwa putusan Pengadilan Tinggi Jakarta cacat hukum karena salah dalam menuliskan nomor putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. 
Alasan inilah yang tengah dimanfaatkan Susno dalam usaha membela diri. Sulit diterima akal sehat jika seorang Komjen seperti Susno tetap bersikeras tidak ingin di eksekusi dengan alasan putusan MA tersebut dengan mengabaikan bukti-bukti hukum di persidangan. Secara tekstual mungkin ia, akan tetapi secara kontekstual penulis yakin Susno bisa mencerdasi itu. Terlepas dari itu semua logika berpikir yang diperlihatkan seorang mantan Kabareskrim seakan hendak membuat hukum itu menjadi kaku dan kehilangan ruh. 

Peran Bahasa
Di sinilah peran bahasa, kepastian hukum tidak bisa dilepaskan dengan kejelasan dan ketegasan bahasa yang digunakan agar ia menjadi inkrah. Walaupun pada dasarnya kesalahan pada putusan MA bisa diperbaiki, namun hal ini tetap menjadi catatan penting bagi lembaga peradilan. Bahwa kecermatan dan ketepatan menggunakan bahasa menjadi hal yang krusial. Sehingga di kemudian hari kejadian yang memalukan seperti ini tidak terjadi lagi, dan hukum itu benar-benar bisa memberikan kepastian dan kenyamanan bagi masyarakat. 
Cukuplah kasus yang melibatkan Susno ini sebagai kekeliruan bahasa terakhir yang dibuat oleh lembaga peradilan, selanjutnya janganlah berniat mengulangi kekeliruan yang sama.

Rabu, 17 April 2013

Twitter sang Presiden

Oleh: Mhd. Zaki, S.Sos., M.H.
Akhirnya sang presiden memiliki akun twitter. Sebelumnya rencana launching akun twitter sang presiden akan bersamaan dengan rencana reshuffle Kabinet Indonesia Bersatu Jilid II ramai menghiasi berita di media masa beberapa hari yang lalu. Hal ini tentu saja menarik untuk dicermati sekaligus dikomentari. Apa lagi akun yang telah di-launcing bukan sembarangan, ini adalah akun milik sang presiden. 

Seperti diketahui di zaman sekarang ini teknologi berkembang begitu pesatnya. Penyebaran  informasi juga menjadi lebih cepat. Begitu juga dengan jejaring sosial seperti twitter yang sampai hari ini memiliki pengguna lebih dari 200 juta orang dari seluruh belahan dunia. Ia berkembang seiring dengan kemajuan zaman dan menjadi sarana interaksi yang mempunyai peranan penting dan patut untuk diperhitungkan. Tak dapat dipungkiri bahwa jejaring sosial menjadi sarana interaksi yang tak terbatas oleh dimensi ruang dan waktu.

Banyak pemimpin dunia telah merasakan begitu besarnya manfaat dari jejaring sosial ini. Salah satunya adalah Barack Obama. Yang saat ini menjadi orang nomor satu di negara adidaya Amerika Serikat. Yang sekaligus tercatat sebagai warga kulit hitam pertama yang menjadi presiden Amerika. Obama telah membuktikan bahwa begitu dahsyatnya peran jejaring sosial bila dimanfaatkan dengan cerdas. 
Belajar dari pengalaman para pemimpin dunia dalam memanfaatkan jejaring sosial, lalu apakah sang presiden akan melakukan hal yang sama seperti apa yang dilakukan Barack Obama dan para pemimpin dunia lainnya? Tentu masyarakat masih sangat penasaran.  

Dari berbagai literatur, penulis mendapatkan ada beberapa fungsi dari jejaring sosial. Pertama, ia berfungi dalam rangka memperluas interaksi yang berdasarkan keberagaman. Baik itu perbedaan, maupun persamaan dari masing-masing individu. Ia mempertemukan kesamaan nilai serta karakteristik yang dimiliki oleh masing- masing individu. Ia mampu mengingatkan kembali nostalgia bersama yang pernah terbangun dalam interval waktu tertentu yang membuat orang merasakan indahnya sebuah kebersamaan masa lampau. Berkaitan dengan hal tersebut, mampukah sang presiden membangun interaksi yang baik dengan masyarakat maupun para tokoh nasional yang dulunya terjalin romantis? Kemudian dengan memanfaatkan jejaring sosial ini mampukah beliau mengembalikan nostalgia bahwa bangsa ini pernah menjadi bangsa yang disegani oleh dunia? 

Kedua, jejaring sosial berperan dalam menambah wawasan, khasanah pengetahuan. Karena di dalam sebuah jejaring sosial akan ditemukan berbagai informasi yang akan menambah pengetahuan masing-masing individu. Dengan memanfaatkan jejaring sosial kita bisa mendapatkan berbagai informasi dari sebuah pertemanan di dunia maya, begitu juga sebaliknya, kita juga bisa memberikan informasi. Wawasan seputar apakah yang kira-kira hendak dibagikan sang presiden di sela-sela kesibukannya mengurus bangsa ini? 

Ketiga, ia bisa digunakan untuk membangun opini publik dan pencitraan. Biasanya fungsi ini dimanfaat oleh para politisi dan para pejabat. Seperti apa yang pernah dilakukan oleh Obama seperti yang penulis contohkan di atas. Ia berhasil membangun opini publik dan menarik simpati dari para follower-nya dan terbukti ia terpilih kembali memimpin Amerika. Dalam hal ini mungkin sang presiden (SBY) saat ini lebih berpengalaman. Namun kira-kira opini apakah yang akan dibangun? Hanya sang presidenlah yang tahu. Seperti diketahui untuk mencalonkan kembali menjadi presiden sudah tidak memungkinkan lagi karena terbentur aturan yang berlaku. 

Secara umum, tidak ada yang salah apa yang dilakukan oleh sang presiden. Tapi mungkin sekadar mempertanyakan, kenapa akun twitter-nya baru mau akan dibuat di akhir masa pemerintahannya yang tinggal beberapa bulan lagi. Tentu hal ini harus bisa dijelaskan ke publik, sehingga tidak terjadi spekulasi-spekulasi yang akan mempengaruhi sistem kerja penyelenggara negara, serta dapat memperkeruh suasana yang akan menghambat percepatan pembangunan bangsa ini.

Masyarakat kini masih menunggu dan menyimak sang presiden akan menggunakan akun twitter-nya untuk apa saja. Kalau hanya untuk menumpahkan kekecewaan ataupun berkeluh kesah, tentu saja sangat disayangkan. Bukan apa-apa karena jika dimanfaatkan hanya untuk curhat atau pun berkeluh kesah tidak menutup kemungkinan sang presiden akan semakin dicibir oleh para follower-nya. Karena indikasi itu sudah bisa dibaca ketika muncul berbagai kelompok yang merasakan ketidakpuasan atas kepemimpinan sang presiden, dan menginginkan beliau untuk segera mundur. 

Terlepas dari itu semua hendaknya kemudahan teknologi ini bisa dimanfaatkan sebaik-baiknya. Walaupun pada kenyataannya twitter kerap dijadikan media untuk saling sentil menyentil seperti apa yang pernah dilakukan oleh para politisi kita. Kalau saja jejaring sosial digunakan untuk hal seperti ini, maka tidak menutup kemungkinan jejaring sosial akan beralih fungsi menjadi sarana perang urat saraf. 
Semoga saja dengan akun baru twitter yang dimiliki sang presiden, bisa menjawab semua keluhan masyarakat dengan tindakan nyata di lapangan. Bukan hanya sebatas kicauan kosong semata.


Selasa, 16 April 2013

Pengusaha Batubara Mengangkangi (Lagi) Perda

Oleh: Mhd. Zaki, S.Sos., M.H.
Peraturan Daerah (Perda) Provinsi Jambi Nomor 13 Tahun 2012 Tentang Pengaturan Pengangkutan Batubara dalam Provinsi Jambi dan Peraturan Gubernur (Pergub) Provinsi Jambi Nomor 18 Tahun 2013 Tentang Tata Cara Pelaksanaan Pengangkutan Batubara nampaknya kembali “dikangkangi”. Inilah polah tingkah tak terpuji yang belakangan ini dilakukan oleh para pengusaha batubara setelah sebelumnya tercatat sudah beberapa kali membuat kesepakatan dengan pemerintah daerah, namun kesepakatan tersebut hanya di atas kertas yang pada perjalanannya tetap saja diingkari. 

Sebelum  Perda dan Pergub ini dibuat, sebenarnya juga sudah ada kesepakatan moratorium tentang angkutan batubara yakni penundaan atau penghentian sementara aktivitas pengangkutan batubara yang menggunakan jalur darat sebelum dibuat Perda dan Pergub. Namun moratorium itu juga tidak berjalan seperti harapan masyarakat. Selanjutnya setelah Perda itu disahkan pemerintah juga telah memberi toleransi pemberlakuan Perda moratorium batubara ini yang seharusnnya mulai per 1 Januari 2013 ditunda hingga 1 April 2013. Namun sampai saat ini masih dijumpai pelanggaran.

Yang mengecewakan lagi adalah langkah moratorium sebagai usaha yang dilakukan oleh pemerintah daerah dalam rangka mempertimbangkan dan memperhatikan kepentingan masyarakat sering dibalas dengan aksi mogok para supir truk pengangkut batubara di sepanjang jalan umum yang sering mereka lewati. Hal ini menurut penulis sama saja dengan “mengangkangi” Perda dan Pergub tersebut. Aksi tersebut terang saja telah mengganggu dan merugikan masyarakat pengguna jalan umum lainnya. 

Tentunya ini menjadi tanda  tanya, apa sesungguhnya yang terjadi?, sehingga Perda dan Pergub yang telah dibuat oleh pemerintah daerah itu seakan tidak pernah mereka patuhi. Benarkah pemerintah daerah telah kehilangan wibawa sebagai pembuat kebijakan, sekaligus perpanjangan tangan pemerintah pusat di daerah?

Perlu Ketegasan
Dalam kasus ini ada dua kemungkinan yang perlu dicermati. Pertama, kalau diamati selama ini pemerintah daerah boleh dikatakan belum menunjukkan keseriusan terhadap penegakan Perda dan Pergub yang telah mereka buat. Aparat yang semestinya berwenang melakukan pengawasan dan penindakan terhadap pelanggaran Perda dan Pergub tesebut juga belum bekerja secara maksimal. Ini bisa dilihat bagaimana para supir truk yang melanggar sampai hari ini belum ada yang dikenai sanksi tegas sebagai konsekuensi atas pelanggaran Perda dan Pergub tersebut. 

Ketidaktegasan para aparat dalam mengawasi dan bertindak terhadap pelanggaran Perda dan Pergub yang dilakukan oleh para supir truk pengangkut batubara tersebut semakin membuat para supir angkutan batubara menjadi leluasa melewati jalan umum tanpa rasa bersalah. Padahal pengaturan itu dimaksudkan untuk kepentingan umum, salah satunya menjaga agar kondisi jalan menjadi lebih awet.

Kedua, itikad baik atau keinginan yang sungguh-sungguh dari kalangan pengusaha batubara untuk membuat jalur khusus dan memanfaatkan jalur sungai sebagai jalur alternatif angkutan batubara perlu dipertanyakan. Sesuai dengan Pasal 5 Ayat (1) Perda No 13 tahun 2013 mengatur: Setiap pengangkutan batubara dalam Provinsi Jambi wajib melalui jalan khusus atau jalur sungai. Selanjutnya dalam penjelasan disebutkan pula bahwa yang dimaksud dengan “jalan khusus” adalah jalan yang dibangun oleh pelaku usaha yang digunakan untuk jalur pengangkutan batubara dari lokasi tambang menuju pelabuhan terminal batubara.

Dari penjelasan tersebut sudah jelas bahwa para pelaku usaha batubara berkewajiban membangun sarana jalan khusus untuk jalur pengangkutan batubara dari lokasi tambang menuju pelabuhan terminal batubara. Namun pengusaha nampaknnya keberatan dengan aturan tersebut. Maklum untuk membangun jalan khusus memerlukan biaya yang tidak sedikit. Hitung-hitungan untung rugi bagi perusahaan tentu lebih mereka utamakan. 
   
Kemungkinan Pihak yang Bermain
Dengan kejadian ini tidak menutup kemungkinan ada pihak-pihak yang memanfaatkan kondisi ini untuk meraup keuntungan sebesar-besarnya dengan cara yang tidak legal. Seperti diketahui sebelum diberlakukan Perda dan Pergub tentang angkutan batubara, mereka yang mengangkut batubara melalui jalan umum dikenai retribusi yang disetorkan ke petugas dilapangan. 

Dengan masih dijumpainya truk pengangkut batubara yang melintasi jalan umum patut diduga masih adanya oknum yang menerima upeti dari para pengusaha khususnya dari para supir truk yang melintasi jalan umum tersebut. Karena rasanya tidak mungkin mereka berani melintasi jalan umum kalau seandainya mereka tidak banyar setoran. 

Sekarang sudah seharusnya pemerintah bertindak tegas, baik kepada pengusaha batubara, maupun kepada oknum yang terlibat terbukti menerima upeti dari pengusaha batubara. Karena ini menyangkut nama baik dan kewibawaan gubernur selaku kepala daerah.


Dimuat di Media Online Metro Jambi, 11 April 2013


Jumat, 12 April 2013

Keranjingan Kekuasaan


Oleh: Mhd. Zaki, S.Sos., M.H.
Keranjingan kekuasaan yang diidap oleh para pencari kekuasaan akhir-akhir ini, sepertinya terus saja meluas. Keinginan yang besar untuk berkuasa itu semakin meluap-luap, dan mengalir dari daerah yang satu ke daerah yang lain. Tidak berhenti sampai di situ. Aliran itu kemudian merembes dari institusi yang satu ke institusi yang lain. Bahkan luapan dan rembesan keinginan yang besar untuk berkuasa bukan tidak mungkin akan menenggelamkan masyarakat beserta mimpi-mimpi sederhana yang mereka gantungkan kepada penyelenggara negara sebagai pemegang kekuasaan untuk mengelola bangsa dan negara yang lagi dirundung banyak masalah ini. Ada cita–cita yang dititipkan  dalam mekanisme pemerintahan yang menganut sistem demokrasi, yang telah disepakati di awal pembentukan negara ini, untuk menjadi sarana menuju masyarakat yang sejahtera katanya. 

Oleh sebagian orang, kekuasaan dianggap sebagai sesuatu hal yang seksi. Sehingga dengan keseksiannya itu telah berhasil menggoda atau menarik perhatian mereka yang haus akan kekuasaan. Keranjingan kekuasaan di lapangan ternyata tidak hanya terjadi di institusi politik seperti partai politik. Akan tetapi keranjingan kekuasaan ini juga terjadi di institusi pemerintah atau birokrasi. Baik itu di institusi pendidikan, kementrian dan lembaga, pranata hukum dan juga di pemerintah daerah di hampir seluruh wilayah Indonesia. Begitu keranjingannya mereka terhadap kekuasaan, sikut-menyikut serta pengabaian prosedur pun mereka lakukan. Baik secara tertutup, setengah tertutup, maupun dengan cara yang sangat terbuka atau terang-terangan. Pada akhirnya berburu dan berpetualang kekuasaan menjadi suatu pemandangan yang sudah biasa di republik ini. 

Kekuasaan bisa diumpamakan seperti candu. Candu dengan daya pikatnya yang luar biasa. Mereka yang terjerat, padahal yang sebelumnya hanya sekadar mencoba tentu saja akan kesulitan untuk melepaskan diri dari jeratan itu. Ia seperti perangkap yang mencengkeram kuat. Candu akan berlahan melemahkan, bahkan bisa juga melumpuhkan sistem kerja saraf dalam tubuh si pecandu tersebut. Sehingga mereka akan menjadi lemah dan mengikuti segala kata hati mereka yang sedang berhalusinasi sebagai akibat pengaruh dari candu tersebut. 

Begitu juga dengan kekuasaan. Ia tidak terlalu jauh berbeda seperti orang yang sedang kecanduan atau ketergantungan. Rasa nyaman selama berkuasa yang menghinggapi seseorang akan menjalar ke sistem saraf yang akan mempengaruhi pola pikir seseorang. Sehingga secara berlahan akan terlihat dengan jelas pengaruh yang timbulkan kekuasaan tersebut terhadap hasrat untuk kembali berkuasa. Kecenderungan seperti  itu bisa dijumpai di di mana-mana. Berbagai cara pun akan dilakukan untuk mendapatkan kekuasaan itu. Kalau kekuasaan itu sudah melekat, dan sudah merasa nyaman, ia senantiasa akan dipertahankan.

Berburu Kekuasaan
Umumnya mereka yang keranjingan akan kekuasaan biasanya lebih jeli. Mata, telinga, mereka pasang untuk melihat, mendengar, dan mengamati di daerah mana saja yang mungkin mereka bisa ikut bertarung memperebutkan kekuasaan. Di samping itu mereka juga sering mengumbar janji-janji yang membuat masyarakat itu terpikat atau terpedaya dan mau memberikan dukungan kepadanya. Dan pencitraan adalah salah satu ciri dari usaha mengejar kekuasaan. 

Bahkan ada yang rela meninggalkan jabatan yang sedang ia sandang demi mengejar kekuasaan yang lebih tinggi dan menjanjikan. Di satu sisi hal ini menunjukkan usaha mereka yang begitu gigih. Namun di sisi lain, usaha mereka cenderung tidak didasari oleh niat tulus dan ikhlas untuk sepenuhnya bisa memajukan kesejahteraan masyarakat banyak. Padahal kalau saja kemampuan dan kegigihan dari sebagian mereka yang selama ini mungkin hanya peka terhadap peluang kekuasaan saja, tentu idealnya mereka juga harus lebih peka terhadap berbagai persoalan yang dihadapi oleh masyarakat. Hal tersebut penting, karena untuk menghindari jangan sampai nanti ada kesan bahwa mereka cuma mengharapkan suara atau dukungan untuk pemilihan saja. Akan tetapi mereka juga harus bisa menjawab semua persoalan yang dihadapi oleh masyarakat, khususnya masyarakat golongan menengah ke bawah yang kehidupannya semakin terhimpit. 

Esensi Kekuasaan 
Pada dasarnya kekuasaan dipergunakan untuk menjadi sarana dalam usaha mencapai tujuan bersama. Bukan sebaliknya, kekuasaan menjadi sebuah tujuan akhir. Dalam hal ini adalah tujuan yang  telah diamanatkan oleh undang-undang dasar 1945 yakni: merdeka, bersatu, berdaulat adil dan makmur.  
Apalagi sekarang menjelang pemilihan Umum (Pemilu) dan Pemilihan Umum Kepala Daerah (Pemilukada). Tidak jarang pula ada yang memanfaatkan sisa-sisa kekuasaannya yang mungkin tinggal beberapa bulan lagi untuk menjadi batu loncatan menuju kekuasaan berikutnya. Di antara mereka sepertinya memang belum siap untuk menanggalkan atribut kekuasaan yang sudah terlanjur nyaman bagi mereka. Padahal pergantian kekuasaan itu adalah bentuk dari dinamika dalam sebuah negara demokrasi. Namun hal tersebut sepertinya diabaikan.

Salah satu contoh adalah dalam hal memanfaatkan iklan layanan masyarakat sebagai media untuk mensosialisasikan diri. Mereka yang sekarang masih berkuasa tentu saja diuntungkan. Karena mereka bisa memanfaatkan sisa-sisa kekuasaannya yang masih punya pengaruh dalam sistem birokrasi saat ini. Orang awam tentu saja tidak akan menduga bahwa iklan layanan masyarakat itu adalah bentuk kampanye terselubung.  

Mereka sepertinya tidak pernah merasa jera. Padahal seperti diketahui bahwa banyak sekali mantan penguasa yang tersandung dengan masalah hukum dengan menghabiskan masa pensiunnya di tahanan.  Namun nampaknya hal itu sedikit pun tidak membuat mereka merasa khawatir. Mereka tetap juga ngotot ingin berburu kekuasaan. Apa memang mereka serius untuk mengabdi bagi pembangunan bangsa atau malah sebaliknya. 

Selasa, 09 April 2013

Tumbangnya Sang Incumbent

Oleh: Mhd. Zaki, S.Sos., M.H.
Berdasar hasil pleno Komisi Pemilihan Umum Daerah KPUD Kabupaten Merangin yang digelar di gedung DPRD Kabupaten Merangin Minggu (31/3) kemarin, pasangan Harkad (Haris-Khafid) berhasil memperoleh 36,59 persen suara atau 71.059 pemilih meninggalkan rival politiknya dalam pemilihan umum kepala daerah (Pemilukada) Bupati dan Wakil Bupati Merangin untuk periode 2013-2018 yang dilaksanakan 25 Maret 2013 yang lalu. Dengan perolehan hasil suara tersebut, maka pasangan Harkad dipastikan akan memimpin Merangin lima tahun ke depan.

Keberhasilan pasangan Harkad mengungguli rival politiknya khususnya dari calon incumbent yakni Nalim-Salam (Nasa) menjadi catatan tersendiri yang menarik bila dikaitkan dengan dinamika politik di Merangin khususnya, dan di Provinsi Jambi umumnya. Karena seperti diketahui bahwa calon incumbent yakni Nalim yang berpasangan dengan Salam di usung oleh salah satu partai besar yang nota bene adalah partai elit pemenang pemilu yakni Partai Demokrat, dan beberapa partai lain seperti Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Partai Matahari Bangsa (PMB), Partai Karya Peduli Bangsa (PKPB), Partai Barisan Nasional (Barnas), Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura), dan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB).  

Apa yang terjadi di Pemilukada Merangin dengan kalahnya calon incumbent tersebut telah melahirkan berbagai spekulasi dan tentunya menyisakan setumpuk tanda tanya yang yang menarik untuk dicermati. Di samping itu, kekalahan ini sekaligus mementahkan opini publik jika calon incumbent sulit untuk dikalahkan. Secara teori mungkin benar. Karena ada beberapa faktor yang membuat calon incumbent itu diuntungkan, seperti: popularitas dan penguasaan opini publik. Sebagai orang yang masih menjabat, yang masih mempunyai pengaruh di wilayahnya calon incumbent tentu saja lebih dikenal oleh masyarakat bila dibandingkan dengan calon lain yang harus bekerja dengan ekstra untuk mensosialisasikan diri agar dikenal luas oleh masyarakat.

Suara Partai ke Mana?
Dengan hasil ini, ke mana sesungguhnya suara partai pendukung itu dilabuhkan? Sehingga calon yang didukung oleh partai besar tersebut harus ketinggalan jauh dari calon yang didukung oleh partai lain. Benarkah calon tersebut didukung dengan sepenuh hati oleh para petinggi partai khususnya Dewan Pimpinan Daerah (DPD) yang secara organisatoris punya pengaruh dalam mengarahkan suara kader dan simpatisan partai, sehingga mesin partai tidak berjalan.
Selanjutnya sudahkan para petinggi serta semua kader partai itu all out untuk mendukung calon yang telah ditentukan oleh partai tersebut. Tidakkah terjadi perpecahan di internal partai di daerah, sehingga terkesan lain di atas lain lagi di bawah. Dalam artian intruksi dari pengurus di level atas tidak berbanding lurus dengan apa yang dilakukan di level bawah.

Atau mungkin karena pengaruh kisruh partai di pusat yang berimbas terhadap kesolidan para kader dan simpatisan yang berada di daerah. Karena seperti diketahui Partai Demokrat tengah menghadapi persoalan serius yang berkaitan dengan berbagai kasus yang melibatkan para kader partai. Atau juga tingkat kepercayaan masyarakat terhadap kinerja partai yang dinilai belum serius dalam mengatasi berbagai permasalahan yang dialami oleh masyarakat, khususnya dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat. 

Boleh jadi kekalahan calon incumbent di Merangin merupakan bentuk ketidakpuasan masyarakat terhadap berbagai kebijakan politik selama lima tahun menjabat yang dinilai telah mengabaikan kepentingan masyarakat terutama yang berkaitan dengan persoalan kesejahteraan masyarakat. 

Ditambah lagi selama menjabat calon incumbent tidak mampu mewujudkan janji-janji politik yang telah terlanjur diumbar ketika masa kampanye dulu, padahal janji-janji politik itu harus diakui dulunya pernah mampu memikat para pemilih. Namun setelah menjabat sering kali calon incumbent mengingkari janji yang menjadikan masyarakat berusaha mencari calon alternatif yang kira-kira menurut mereka mampu mendengarkan dan mau memperjuangkan keinginan masyarakat.

Pada dasarnya masyarakat memiliki mimpi yang sama, yakni menginginkan sebuah perubahan. Dan perubahan itu adalah perubahan ke arah yang lebih baik tentunya. Bukan sebaliknnya. Dengan melihat kepemimpinan calon incumbent selama ini, tentu masyarakat Merangin paham betul tipe pemimpin seperti apa yang dibutuhkan saat ini untuk membangun Merangin ke depan, dan tipe itu menurut masyarakat Merangin mungkin ada di pasangan calon Harkad. 

Tingkat pendidikan masyarakat juga berpengaruh terhadap kekalahan calon incumbent. Tingkat pendidikan masyarakat Merangin saat ini tentu berbeda dengan masa lima tahun yang lalu. Masyarakat saat ini sudah mulai cerdas, dalam hal menentukan sebuah pilihan mereka pun sudah mulai rasional. Penyampaian visi dan visi serta program kerja para calon menjadi hal penting oleh masyarakat. Kemudian yang tidak kalah pentingnya adalah komitmen dari para calon untuk mewujudkan visi, misi beserta program kerja di dalam kehidupan nyata, bukan sebatas retorika.

Akhirnya pemilukada Merangin setidaknya telah berjalan dengan sukses tanpa halangan dan gangguan yang berarti, walaupun masih ada rasa ketidakpuasan oleh segelintir orang terhadap hasil perhitungan oleh KPUD tentu itu sebuah kewajaran. Yang terpenting dari sebuah proses demokrasi ini adalah bagaimana calon terpilih nanti bisa memberikan perubahan ke arah yang lebih baik, terutama masalah kesejahteraan masyarakat, pendidikan, kesehatan dan lapangan kerja. Kita tunggu saja.

Dimuat di Media Online Metro Jambi, 3 April 2013

Rabu, 03 April 2013

Dominasi Jabatan Politik


(Ancaman untuk Jabatan Karier)

Oleh: Mhd. Zaki, S.Sos., M.H.
Di banyak literatur, istilah jabatan politik baru populer setelah zaman reformasi itu digulirkan. Yakni pasca lengsernya Soeharto sebagai penguasa orde baru pada waktu itu. Sebelum zaman reformasi, istilah jabatan politik belum begitu akrab di telinga publik. Pada zaman itu istilah untuk menyebut jabatan politik lebih dikenal dengan istilah jabatan negara, dan pejabatnya disebut dengan pejabat negara. Sampai hari ini istilah untuk pejabat negara sepertinya diwarisi oleh pemerintahan sekarang, ini dibuktikan dengan masih seringnya kita dengar istilah tersebut. 

Secara sederhana jabatan politik bisa dimaknai sebagai jabatan yang ditentukan oleh sebuah proses politik. Dalam hal ini bisa dicontohkan untuk di tingkat provinsi, kabupaten dan kota, kita mengenal proses pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah, yakni pemilihan gubernur dan wakil gubernur di tingkat provinsi serta pemilihan bupati/wali kota beserta wakil di tingkat kabupaten dan kota.

Jabatan seperti kepala daerah baik itu gubernur, bupati/wali kota beserta wakil di atas merupakan jabatan politik. Karena merupakan jabatan politik, maka ada kewenangan yang melekat dari jabatan tersebut. Jabatan seperti gubernur, bupati/wali kota di daerah dalam hal menentukan posisi jabatan di lingkungan pemerintah daerah baik itu untuk posisi Sekretaris Daerah (Sekda), posisi untuk menduduki jabatan di Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) menjadi kewenangan dari masing-masing kepala daerah baik itu gubernur, bupati maupun wali kota dengan meminta pertimbangan dari Badan Pertimbangan Jabatan dan Kepangkatan (Baperjakat). 

Karena seorang kepala daerah itu dipilih secara politik, tentu saja dalam menentukan siapa saja mereka yang akan duduk untuk menjadi Sekda maupun menjadi pejabat eselon di SKPD, sang kepala daerah tidak bisa lepas begitu saja dari yang namanya pengaruh politik. Akan selalu ada hitung-hitungan ketika hendak menempatkan seseorang di posisi tertentu di birokrasi. Karena ini akan berkaitan dengan kepentingan sang kepala daerah dalam menjalankan roda pemerintahan selama menjabat. Kalau sudah demikian tentu hal seperti ini akan mencemari sistem kerja di birokrasi khususnya di lingkup pemerintah daerah dalam hal ini pemerintah provinsi maupun pemerintah kabupaten dan kota. 

Yang sering terjadi dan dikeluhkan dalam proses pengangkatan dan pemutasian Pegawai Negeri Sipil (PNS) di hampir seluruh daerah selama ini adalah adanya kesan kepala daerah selaku Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK) di daerah mengabaikan pertimbangan dari Baperjakat yang memiliki tugas melakukan pemeriksaan yang menyangkut syarat administrasi, melakukan penilaian dan memberikan rekomendasi kepada PPK dalam hal yang berkaitan dengan kenaikan pangkat, pengangkatan, pemindahan, dan pemberhentian dari dan dalam jabatan struktural. Namun sang kepala daerah nampaknya lebih mempertimbangkan “bisikan” dari tim sukses yang telah berjuang memenangkan sang kepala daerah tersebut sebagai bentuk balas jasa dari pada mendengarkan pertimbangan Baperjakat. 

Dominasi Jabatan Politik yang Mengancam 
Sering kita jumpai mereka yang menduduki jabatan karier setelah pergantian kepala daerah banyak pejabat karier yang dipindahkan bahkan ada yang sampai dinon-jobkan. Padahal memiliki prestasi yang  boleh dibilang baik. Akibatnya, para pejabat karier menjadi merasa tidak tenang dan tidak nyaman dalam bekerja. Implikasi lebih luasnya akan berpengaruh terhadap pelayanan kepada masyarakat. 

Berapa banyak Sekda dan pejabat eselon yang di non-jobkan karena imbas dari pergantian kepala daerah. Kalau diamati  hal tersebut bukanlah persoalan ketidakmampuan, akan tetapi menurut hemat penulis hal ini lebih pada persoalan politik yang di dalamnnya ada persoalan suka atau tidak suka. Tentunya kita tidak menginginkan proses mutasi Pegawai Negeri Sipil (PNS) itu berlangsung dengan semena-mena dengan mengabaikan pertimbangan dari Baperjakat.

Sebagai akibat dari begitu dominannya jabatan politik yang dimiliki oleh pejabat politik seperti gubernur, bupati/wali kota sangat memungkinkan pengangkatan pejabat karier seperti Sekda dan kepala SKPD itu disusupi oleh kepentingan politik tertentu dengan mengeyampingkan ketentuan yang seharusnya dipenuhi. 

Kewenangan yang dimiliki oleh seorang kepala kepala daerah dalam menentukan siapa saja mereka yang akan duduk di jabatan struktural tertentu untuk mengisi jabatan karier yang dikenal dengan istilah eselon dengan mengabaikan berbagai pertimbangan dan persyaratan administratif harus diakui sebagai ancaman tersendiri bagi pejabat karier. Karena bisa saja mereka yang akan menduduki jabatan struktural tertentu di lingkup pemerintah daerah tidak melalui mekanisme yang telah ditentukan. 

Birokrasi Harus Netral
Secara teori birokrasi sifatnya adalah netral. Dalam pengertian ia tidak memihak pada golongan ataupun kepentingan tertentu. Ia seharusnya terbebas dari muatan politik, berjalan sesuai dengan aturan dan ketentuan yang berlaku. Birokrasi intinya berpihak kepada kepentingan masyarakat banyak. 
Namun dengan adanya dominasi jabatan politik terhadap jabatan karier akan menjadikan orang yang duduk di jabatan karier tersebut menjadi tidak netral karena persoalan balas budi terhadap pengangkatan dan penempatan atas dirinya pada jabatan karier yang diperolehnya dari kepala daerah sebagai pemegang jabatan politik.
Yang kita khawatirkan dari dominasi jabatan politik adalah hilangnya netralitas dari sistem birokrasi yang sejatinya adalah mengutamakan kepentingan masyarakat banyak di atas kepentingan pribadi dan golongan. Akhirnya yang menjadi korban tetap masyarakat golongan menengah ke bawah.

Kamis, 28 Maret 2013

Tanah Merah


Katamu tanah itu pernah menerbangkan semangat,
pernah menjadi tempat para jenderal mengatur strategi
sebelum berperang

maksudmu tanah itu?
Tanah  yang merahnya sekarang mulai memudar
karena air mata para balita yang kekurangan gizi

Tapi kenapa tadi sore tanah  merah itu kita  injak,
kita kangkangi lalu kita kencingi
bukankah  tanah  merah itu lahir dari rahim ibu pertiwi
rahim yang memberi kita tempat singgah.

Ada apa sesungguhnya dengan tali kolor kita?
sedemikian longgarkah?

hingga kita beramai-ramai  kencingi tanah  merah itu,
tanah tempat kita berbaring
memandang perang bintang antar jenderal
lalu dimana kita bisa melihat tanah yang berwarna merah itu lagi

Telanaipura, Mei 2010

Rabu, 20 Maret 2013

Nasib Para Guru Kita


Oleh: Mhd. Zaki, S.Sos., M.H.
Pekerjaan sebagai seorang guru merupakan tugas mulia. Begitu mulianya tugas para guru tersebut, maka pantas jika mereka dianugrahi gelar sebagai pahlawan tanpa tanda jasa. Karena mereka adalah para pejuang yang telah berjuang tanpa mengenal lelah dengan gigih di sekolah-sekolah dalam memberantas kebodohan serta membuka cakrawala anak didik dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. 
Penganugrahan gelar pahlawan tanpa tanda jasa bagi para guru ini, tentunya sangat beralasan. Bagaimana tidak, mereka selama ini telah dengan susah payah mencurahkan segala tenaga dan pikiran mereka untuk menuntun, mendidik, membina anak-anak didik di sekolah dengan penuh kesabaran dan ketekunan, walaupun dalam melaksanakan tugas mulia itu mereka harus berhadapan dengan berbagai tantangan dan cobaan. 

Seperti yang terjadi akhir-akhir ini, khususnya di kota Jambi. Hak mereka sebagai tenaga profesional oleh pemerintah kota belum juga bisa dipenuhi. Hak mereka atas tunjangan sertifikasi secara penuh belum mereka terima dengan berbagai alasan dari pihak terkait. Di antara mereka bahkan ada yang belum terima sama sekali. Perlakuan terhadap para guru yang seperti ini membuat kita harus mengelus-elus dada.

Seperti diketahui tugas seorang guru adalah mendidik atau mengajari para siswa-siswinya di lokal di sekolah-sekolah. Namun sayang akhir-akhir ini mereka menjadi sering turun ke jalan. Hal seperti ini terpaksa mereka lakukan, karena tidak ada pilihan lain. Keluh kesah mereka selama ini sepertinya tidak pernah didengarkan dan dianggap serius oleh pemerintah kota. 

Adalah wajar, jika para guru harus memperjuangkan hak mereka sebagai tenaga profesional atas pembayaran dana sertifikasi yang selama ini belum mereka terima secara penuh dan tepat waktu sebagaimana mestinya, seperti yang telah diatur dalam ketentuan peraturan perundang- undangan. 
Apa yang dilakukan oleh golongan profesional ini menjadi catatan serta peringatan tersendiri bagi pemerintah, dalam hal ini Dinas Pendidikan Kota Jambi untuk tidak semena-mena terhadap para guru, yang telah susah payah berjuang sekuat tenaga berkontribusi mencerdaskan kehidupan anak bangsa. Seperti diketahui baik buruknya mutu pendidikan salah satunya dipengaruhi oleh faktor kualitas guru sebagai tenaga pendidik. Hak mereka yang belum mereka terima bisa saja mempengaruhi keseriusan mereka dalam mengajar yang juga ikut mempengaruhi kualitas mengajar mereka di kelas.

Jangan Abaikan Hak Guru
Apa yang dilakukan oleh para guru bersertifikasi akhir-akhir ini tentu saja tidak muncul dengan tiba-tiba. Seperti pepatah mengatakan: “Mana mungkin ada asap kalau tidak ada api”. Begitu juga dengan apa yang terjadi dengan para guru bersertifikasi di Kota Jambi beberapa waktu yang lalu. Para guru sertifikasi yang menyalurkan aspirasinya bukanlah orang-orang sembarangan. Mereka adalah golongan profesional yang memiliki kemampuan dan keahlian di bidangnnya masing-masing, dan itu telah teruji dengan dinyatakan lulus ujian sertifikasi guru. Mereka turun ke jalan karena langkah diplomatis tidak menemui titik terang tentang kepastian kapan hak mereka akan dibayarkan.

Lagi pula para guru yang melakukan aksi dengan turun ke jalan tidaklah menuntut hal yang berlebihan kepada pemerintah. Mereka hanya menuntut hak mereka yang mestinya mereka terima setiap bulannya atas pekerjaan yang telah mereka lakukan untuk segera dibayarkan tepat waktu. Apa lagi anggaran untuk guru sertifikasi dari pemerintah pusat sudah di turunkan.

Pemerintah Kota Jambi sepertinya tidak punya alasan lagi untuk menunda-nunda pencairan dana sertifikasi untuk para guru yang telah dinyatakan lulus ujian sertifikasi tersebut, karena itu merupakan hak mereka. Kenyataan yang selama ini terjadi telah menimbulkan tanda tanya besar buat pemerintah kota. Ada atau tidak, keseriusan dari pemerintah kota Jambi dalam memperhatikan dan memperjuangkan nasib para guru dan nasib dunia pendidikan di kota Jambi ini? Karena ini akan berimplikasi terhadap keseriusan para guru dalam menjalankan tugas mereka sebagai pendidik di sekolah. Jika hak-hak mereka tidak diberikan, maka dikhawatirkan para guru akan kehilangan semangat untuk mengajar. 

Yang perlu dipikirkan oleh pemerintah adalah jangan sampai aksi yang dilakukan oleh para guru ini akan berlanjut dengan aksi mogok mengajar. Kalau sampai hal itu terjadi, tentu akan lebih fatal lagi karena akan sangat merugikan, khususnya bagi siswa-siswi kita dan wajah pendidikan di kota Jambi umumnya. Apa lagi sebentar lagi para siswa Sekolah Menengah (SMA) dan Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Sekolah Dasar (SD) akan menghadapi berbagai bentuk ujian, baik itu Ujian Sekolah (US) maupun Ujian Nasional (UN).  Tentunya untuk menghadapi itu semua diperlukan keseriusan semua pihak termasuk dinas pendidikan dan guru.

Perhatikan Nasib Guru
Pemerintah sudah seharusnya peka terhadap berbagai persoalan, baik permasalahan yang sudah muncul ke permukaan maupun yang berpotensi muncul. Sudah menjadi kewajiban pemerintah untuk mendengarkan dan memperjuangkan nasib para guru kita. Mereka harus mau mendengarkan keluh kesah mereka yang mungkin selama ini tidak pernah ditanggapi dengan serius. 

Dengan adanya aksi turun ke jalan sebagai bentuk kekecewaan yang dilakukan oleh para guru, setidaknya telah menguatkan dan membuktikan bahwa tidak adanya perhatian serius yang diperlihatkan oleh pemerintah dalam memperhatikan nasib mereka. Di samping itu terlihat pula tidak terbangunnya komunikasi yang baik antara para guru dengan dinas pendidikan yang seharusnya  menjadi mitra dalam memajukan pendidikan di kota Jambi. Ketahuilah bahwa para guru itu adalah aset yang perlu dijaga dan diperhatikan kesejahteraannya.