Oleh: Mhd. Zaki, S.Sos., M.H.
Keranjingan kekuasaan yang diidap oleh para pencari kekuasaan akhir-akhir ini, sepertinya terus saja meluas. Keinginan yang besar untuk berkuasa itu semakin meluap-luap, dan mengalir dari daerah yang satu ke daerah yang lain. Tidak berhenti sampai di situ. Aliran itu kemudian merembes dari institusi yang satu ke institusi yang lain. Bahkan luapan dan rembesan keinginan yang besar untuk berkuasa bukan tidak mungkin akan menenggelamkan masyarakat beserta mimpi-mimpi sederhana yang mereka gantungkan kepada penyelenggara negara sebagai pemegang kekuasaan untuk mengelola bangsa dan negara yang lagi dirundung banyak masalah ini. Ada cita–cita yang dititipkan dalam mekanisme pemerintahan yang menganut sistem demokrasi, yang telah disepakati di awal pembentukan negara ini, untuk menjadi sarana menuju masyarakat yang sejahtera katanya.
Oleh sebagian orang, kekuasaan dianggap sebagai sesuatu hal yang seksi. Sehingga dengan keseksiannya itu telah berhasil menggoda atau menarik perhatian mereka yang haus akan kekuasaan. Keranjingan kekuasaan di lapangan ternyata tidak hanya terjadi di institusi politik seperti partai politik. Akan tetapi keranjingan kekuasaan ini juga terjadi di institusi pemerintah atau birokrasi. Baik itu di institusi pendidikan, kementrian dan lembaga, pranata hukum dan juga di pemerintah daerah di hampir seluruh wilayah Indonesia. Begitu keranjingannya mereka terhadap kekuasaan, sikut-menyikut serta pengabaian prosedur pun mereka lakukan. Baik secara tertutup, setengah tertutup, maupun dengan cara yang sangat terbuka atau terang-terangan. Pada akhirnya berburu dan berpetualang kekuasaan menjadi suatu pemandangan yang sudah biasa di republik ini.
Kekuasaan bisa diumpamakan seperti candu. Candu dengan daya pikatnya yang luar biasa. Mereka yang terjerat, padahal yang sebelumnya hanya sekadar mencoba tentu saja akan kesulitan untuk melepaskan diri dari jeratan itu. Ia seperti perangkap yang mencengkeram kuat. Candu akan berlahan melemahkan, bahkan bisa juga melumpuhkan sistem kerja saraf dalam tubuh si pecandu tersebut. Sehingga mereka akan menjadi lemah dan mengikuti segala kata hati mereka yang sedang berhalusinasi sebagai akibat pengaruh dari candu tersebut.
Begitu juga dengan kekuasaan. Ia tidak terlalu jauh berbeda seperti orang yang sedang kecanduan atau ketergantungan. Rasa nyaman selama berkuasa yang menghinggapi seseorang akan menjalar ke sistem saraf yang akan mempengaruhi pola pikir seseorang. Sehingga secara berlahan akan terlihat dengan jelas pengaruh yang timbulkan kekuasaan tersebut terhadap hasrat untuk kembali berkuasa. Kecenderungan seperti itu bisa dijumpai di di mana-mana. Berbagai cara pun akan dilakukan untuk mendapatkan kekuasaan itu. Kalau kekuasaan itu sudah melekat, dan sudah merasa nyaman, ia senantiasa akan dipertahankan.
Berburu Kekuasaan
Umumnya mereka yang keranjingan akan kekuasaan biasanya lebih jeli. Mata, telinga, mereka pasang untuk melihat, mendengar, dan mengamati di daerah mana saja yang mungkin mereka bisa ikut bertarung memperebutkan kekuasaan. Di samping itu mereka juga sering mengumbar janji-janji yang membuat masyarakat itu terpikat atau terpedaya dan mau memberikan dukungan kepadanya. Dan pencitraan adalah salah satu ciri dari usaha mengejar kekuasaan.
Bahkan ada yang rela meninggalkan jabatan yang sedang ia sandang demi mengejar kekuasaan yang lebih tinggi dan menjanjikan. Di satu sisi hal ini menunjukkan usaha mereka yang begitu gigih. Namun di sisi lain, usaha mereka cenderung tidak didasari oleh niat tulus dan ikhlas untuk sepenuhnya bisa memajukan kesejahteraan masyarakat banyak. Padahal kalau saja kemampuan dan kegigihan dari sebagian mereka yang selama ini mungkin hanya peka terhadap peluang kekuasaan saja, tentu idealnya mereka juga harus lebih peka terhadap berbagai persoalan yang dihadapi oleh masyarakat. Hal tersebut penting, karena untuk menghindari jangan sampai nanti ada kesan bahwa mereka cuma mengharapkan suara atau dukungan untuk pemilihan saja. Akan tetapi mereka juga harus bisa menjawab semua persoalan yang dihadapi oleh masyarakat, khususnya masyarakat golongan menengah ke bawah yang kehidupannya semakin terhimpit.
Esensi Kekuasaan
Pada dasarnya kekuasaan dipergunakan untuk menjadi sarana dalam usaha mencapai tujuan bersama. Bukan sebaliknya, kekuasaan menjadi sebuah tujuan akhir. Dalam hal ini adalah tujuan yang telah diamanatkan oleh undang-undang dasar 1945 yakni: merdeka, bersatu, berdaulat adil dan makmur.
Apalagi sekarang menjelang pemilihan Umum (Pemilu) dan Pemilihan Umum Kepala Daerah (Pemilukada). Tidak jarang pula ada yang memanfaatkan sisa-sisa kekuasaannya yang mungkin tinggal beberapa bulan lagi untuk menjadi batu loncatan menuju kekuasaan berikutnya. Di antara mereka sepertinya memang belum siap untuk menanggalkan atribut kekuasaan yang sudah terlanjur nyaman bagi mereka. Padahal pergantian kekuasaan itu adalah bentuk dari dinamika dalam sebuah negara demokrasi. Namun hal tersebut sepertinya diabaikan.
Salah satu contoh adalah dalam hal memanfaatkan iklan layanan masyarakat sebagai media untuk mensosialisasikan diri. Mereka yang sekarang masih berkuasa tentu saja diuntungkan. Karena mereka bisa memanfaatkan sisa-sisa kekuasaannya yang masih punya pengaruh dalam sistem birokrasi saat ini. Orang awam tentu saja tidak akan menduga bahwa iklan layanan masyarakat itu adalah bentuk kampanye terselubung.
Mereka sepertinya tidak pernah merasa jera. Padahal seperti diketahui bahwa banyak sekali mantan penguasa yang tersandung dengan masalah hukum dengan menghabiskan masa pensiunnya di tahanan. Namun nampaknya hal itu sedikit pun tidak membuat mereka merasa khawatir. Mereka tetap juga ngotot ingin berburu kekuasaan. Apa memang mereka serius untuk mengabdi bagi pembangunan bangsa atau malah sebaliknya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silakan tinggalkan komentar...