Kamis, 28 Februari 2013

Di Balik Kemeriahan Malam “Keagungan Melayu Jambi”


Oleh: Mhd. Zaki, S.Sos, M.H.
Kemeriahan perhelatan budaya dan kesenian pada malam “Keagungan Melayu Jambi” dengan menampilkan Krinok sebagai pengiring pertunjukan yang digelar beberapa waktu yang lalu secara umum berjalan dengan sukses.

Kesuksesan itu tentu saja tidak lain adalah hasil dari sebuah kerja sama yang apik dari berbagai pihak. Termasuk dari para pelaku tradisi itu sendiri, yang telah menunjukkan kebersahajaan mereka dengan menampilkan sebuah tontonan yang luar biasa bagi para tamu undangan dan masyarakat Jambi umumnya.

Berkenaan dengan peristiwa budaya tersebut, maka sudah sepantasnya jika kita memberikan apresiasi yang lebih terhadap mereka. Bukan bermaksud berlebih-lebihan, tapi mereka memang pantas untuk mendapatkan pujian itu. Karena tanpa kehadiran mereka, maka dapat dipastikan acara yang kita gadang-gadangkan sebagai usaha dan upaya kita untuk mengangkat budaya melayu Jambi ke permukaan yang diibaratkan seperti mengangkat batang terendam pada malam itu akan dirasa hambar.

Dalam acara tersebut hadir pula para undangan dari berbagai kalangan. Salah satunya adalah dari kalangan pejabat birokrat di Negeri Sepucuk Jambi Sembilan Lurah yang masyarakatnya masih kental dengan adat budaya melayunya. Kehadiran para birokrat pada acara tersebut memberi sinyal sekaligus membuka peluang bagi Dewan Kesenian Jambi (DKJ) sebagai mitra pemerintah sekaligus promotor dinamika berkesenian di daerah, baik dalam rangka menjaga keutuhan dan keaslian kesenian tradisional Jambi, maupun dalam rangka pengembangan kesenian kontemporer lainnya untuk bisa kembali meyakinkan mereka bahwa perlu adanya kerja sama semua pihak dalam merevitalisasi kesenian dan kebudayaan melayu Jambi. Hubungannya dengan para birokrat adalah berkaitan dengan arah kebijakan pemerintah. Tentu saja ada harapan besar di balik pertunjukan tersebut. Dengan menyaksikan acara tersebut kita berharap mereka nantinya bisa menjadikan kegiatan seperti ini sebagai usaha pelestarian budaya melayu Jambi dan menjadikannya program strategis dalam rangka pembangunan masyarakat Provinsi Jambi ke depan dengan mengangkat budaya menjadi sebuah industri.


Kemeriahan acara tersebut tentu pula tidak dikehendaki akan berhenti pada decak kagum dan pujian para tamu undangan semata. Akan tetapi diharapkan adanya tindak lanjut khususnya dari pemerintah daerah sebagai bentuk dukungan dalam melestarikan budaya dan tradisi yang mulai tergerus oleh begitu derasnya arus globalisasi, modernisasi serta munculnya berbagai bentuk imprealisme budaya dari luar.

Seperti diketahui tradisi dan pelaku tradisi sama-sama mempunyai keterkaitan yang saling mempengaruhi. Dalam perjalannya tradisi akan mempengaruhi pelaku tradisi. Begitu pula sebaliknya. Pelaku tradisi dalam kehidupan masyarakat juga akan mempengaruhi keberadaan tradisi. Keterkaitan antara keduanya haruslah kita tempatkan pada tempat yang sejajar dengan porsi yang tentunya berimbang. Pelaku tradisi dan tradisi itu sendiri diibaratkan seperti dua sisi jalan yang seiring. Ini mengandung arti, bahwa mustahil tradisi akan tetap bertahan jika para pelaku tradisi dalam masyarakat itu sendiri telah tenggelam atau punah.

Regenerasi Pelaku Tradisi

Dalam realitas kehidupan sehari-hari seringkali kita jumpai, baik itu para seniman, budayawan maupun pelaku tradisi yang kehidupan mereka jauh dari perhatian. Padahal seperti diketahui di balik kebersahajaan dari sebagian mereka ada nilai-nilai yang melekat pada diri mereka. Dimana nilai-nilai tersebut sangat menentukan terhadap keberlangsungan sebuah tradisi. Hal ini bermakna bahwa para pelaku tradisi mempunyai peran penting dalam upaya melestarikan dan mewariskan tradisi sebagai bentuk produk kearifan lokal kepada generasi muda sebagai generasi penerus.

Seringkali di acara-acara resmi pertunjukan yang bernuansa kebudayaan, seni dan tradisi dengan sengaja dipertontonkan di hadapan khalayak, dengan kemasan yang tentu saja menarik. Di satu sisi keinginan untuk menampilkan mereka patut mendapat dukungan. Namun sayangnya kebanyakan hal tersebut hanya berhenti sampai di situ. Setelah pertunjukan selesai, iya sudah. Mereka kemudian dibolehkan pulang dengan bayaran alakadarnya. Hal seperti ini tentu saja memprihatinkan.


Pada dasarnya persoalannya bukan di situ. Bukan sebatas penghargaan terhadap mereka dengan nilai bayaran yang besar atau kecil. Mereka juga sebenarnya tidak pernah meminta bahkan sampai menentukan besaran tarif setiap kali mereka tampil dalam sebuah pertunjukan. Karena dalam diri mereka nilai-nilai budaya dan tradisi itu sudah melekat kuat. Pemerintah tidak perlu bersusah payah menyadarkan mereka akan pentingnya melestarikan budaya. Ada maupun tidak perhatian dari pemerintah, mereka tetap berkesenian. Namun alangkah lebih baik pemerintah bisa tetap bisa memberikan peran dalam menunjang mereka dalam usaha melestarikan tradisi itu. Seperti diketahui jika kita kehilangan tradisi maka kita juga berarti telah kehilangan jati diri.

Boleh dikatakan dari beberapa orang pelaku tradisi yang masih tersisa sampai hari ini sebagian besar dari mereka hidup dalam kebersahajaan. Namun mereka tetap terus berkesenian mempertahankan tradisi yang hampir hilang itu. Seperti Wak Mariam contohnya. Ia adalah seorang pelaku tradisi Senandung Jolo yang usianya sudah mendekati satu abad, tapi beliau harus tetap banting tulang untuk bisa bertahan hidup. Padahal seharusnya seumuran beliau sudah harus beristirahat menikmati hasil kerja yang sudah dilakukan di masa muda dulu. Namun hal itu tidak berlaku bagi beliau. Beliau harus tetap bekerja banting tulang ke sawah dan keladang untuk bisa bertahan hidup. Jika pemerintah punya perhatian terhadap budaya dan tradisi tentu saja nasib para pelaku tradisi seperti Wak Mariam ini tidak perlu terjadi. Apalagi para pelaku tradisi telah menghabiskan sebagian umur mereka untuk mempertahankan sebuah budaya dan tradisi. Tinggal bagaimana kita mengasah kepedulian dan kepekaan kita terhadap pelestarian budaya dan tradisi serta kehidupan mereka sebagai pelakunya. Hal ini wajib dilakukan jika kita tidak ingin budaya dan tradisi menjadi hilang ditelan perkembangan zaman.

Tradisi adalah Kekayaan Kita

Tidaklah berlebihan bila dikatakan faktor utama yang mendorong pertumbuhan kesadaran budaya ini bertolak dari pandangan para ahli yang makin memahami peran budaya dalam mengubah banyak hal, termasuk membangun perekonomian suatu bangsa. Di Provinsi Jambi sendiri peran budaya dalam mengubah perekonomian bangsa belum begitu jelas terlihat. Padahal ada banyak budaya dan tradisi yang kalau dikembangkan akan mempunyai nilai ekonomis. Ia akan menjadi sebuah produk budaya lokal yang memiliki nilai jual yang menjanjikan.

Salah satu contoh adalah tradisi Senandung Jolo yang ada di Desa Tanjung Kabupaten Muarojambi. Selama ini untuk bisa menyaksikan tradisi tersebut kita harus mendatangkan para pelaku tradisi langsung dari Desa Teluk Kabupaten Muarojambi. Begitu juga ketika kita ingin menampilkan Krinok yang ada di Kabupaten Bungo. Maka kita harus mendatangkan pelaku tradisi tersebut langsung dari Bungo. Termasuk tradisi Sike, Tale, Be Kba yang berasal dari Kabupaten Kerinci. Jika kita ingin menyaksikan tradisi tersebut, maka kita akan kesulitan karena pelaku tradisi itu sudah tidak banyak lagi.

Keinginan yang begitu besar terhadap pengembangan budaya melayu Jambi tentunya bukan sebatas pada kajian budaya melayu saja, akan tetapi berkaitan juga dengan bagaimana semua pihak meluangkan dan mencurahkan pemikiran mereka dalam upaya regenerasi para pelaku tradisi yang sampai sekarang jumlahnya tidak seberapa. Bahkan diantaranya sudah tidak muda lagi. Kondisi para pelaku tradisi yang sebagian sudah tidak muda lagi tentu saja akan membuat resah kita semua akan nasib tradisi beberapa tahun ke depan, karena sampai sekarang belum nampak usaha regenerasi.

Tentunya suatu saat nanti kita berharap, ketika hendak menyaksikan sebuah tradisi, kita tidak mesti mendatangkan para pelaku tradisi itu langsung dari daerah. Melainkan kita tetap bisa menikmatinya di daerah masing-masing dengan penampilan dari siswa-siswi dan anak-anak muda yang telah diajarkan di sekolah-sekolah mereka. Semoga di balik penampilan mereka yang memukau, ada dukungan penuh dari kita semua.


Mulailah Bersahabat dengan Alam


Oleh. Mhd. Zaki, S.Sos., M.H.
Banjir yang terjadi akhir-akhir ini telah memasuki kategori yang membahayakan. Atau kalau boleh dibahasakan dalam keadaan “gawat” banjir. Ditambah lagi hujan yang turun terus menerus di hampir seluruh wilayah Indonesia, khususnya wilayah Indonesia bagian Barat yang menyebabkan hal ini semakin membuat kita semua menjadi semakin cemas. Betapa tidak, akibat dari banjir dan hujan yang terus menerus tersebut, korban jiwa dan kerugian harta benda pun menjadi tidak terhindarkan. Semua ditenggelamkan.

Kecemasan ini sangatlah beralasan. Karena kejadian seperti ini bukan kali ini saja terjadi. Namun telah terjadi hampir setiap tahun memasuki bulan penghujan. Dengan kejadian ini, dapat pula dipastikan beberapa tahun yang akan datang, kejadian seperti ini akan terus terjadi, kalau saja kita semua masih bersikap apatis dan egoistis terhadap alam.

Sekarang nasi terlanjur menjadi bubur. Tentunya untuk menjadikan bubur kembali menjadi nasi agak sulit memang. Namun paling tidak bubur yang telah dihasilkan oleh tangan-tangan kita, bisa dimaknai sebagai bentuk keteledoran dan kecerobohan bertindak kita. Khususnya pemerintah yang punya kendali besar terhadap jalannya roda pemerintahan. Termasuk dalam hal kewenangan dalam memberikan izin (pengelolaan hutan dan mendirikan bangunan) serta ketegasan sanksi ketika izin tersebut disalahgunakan ataupun dilanggar.

Banjir tentu saja tidak terjadi dengan sendirinya. Ia didahului oleh berbagai sebab. Salah satunya adalah berkaitan dengan bagaimana manusia memperlakukan alam sebagai tempat ataupun sumber kehidupan bagi makhluk hidup. Keserakahan dan kelalaian manusia kerap menjadi  faktor utama yang menyebabkan berbagai bencana alam selama ini. Melihat kenyataan di lapangan yang semakin hari semakin mengancam dan membahayakan kita semua, ada beberapa hal yang bisa dilakukan untuk memperbaiki hubungan harmonis  kita dengan alam.

Tumbuhkan Kesadaran Masyarakat
Dalam hal ini untuk menjaga lingkungan dan keberlangsungan ekosistem alam sekitar agar tetap seimbangan, maka diperlukan usaha menumbuhkan kesadaran masyarakat. Kesadaran yang maksud tentunya adalah kesadaran dari setiap masyarakat untuk senantiasa mengubah pola hidup. Dalam hal ini berkaitan dengan kesadaran untuk menjaga kebersihan lingkungan mereka. Salah satunya adalah etika dalam membuang sampah. Artinya bagaimana pemerintah memberikan semacam pencerahan terhadap segala lapisan masyarakat bagaimana seharusnya sampah itu bisa dibuang pada tempat yang mestinya.

Usaha menumbuhkan kesadaran masyarakat bukanlah hal yang gampang. Namun bukan pula berarti hal tersebut mustahil untuk bisa diwujudkan. Pendekatan persuasif seperti apa yang contohkan oleh gubernur daerah khusus ibu kota (DKI), agaknya bisa dijadikan rujukan untuk bagaimana seharusnya bertindak pemerintah daerah lainnya. Keinginan masyarakat sepertinya mengharapkan para pejabat pemerintahan, baik yang di pusat maupun yang berada di daerah harus bisa untuk turun langsung ke lapangan sebagai bentuk keseriusan dan kepedulian mereka terhadap persoalan yang sedang dihadapi oleh warganya. Kesan yang bisa ditangkap selama ini adalah para pejabat di daerah hanya sekadar memberi instruksi atau pemerintah. Seolah-olah hanya bekerja di balik meja saja.    

Perbaiki Drainase
Selain itu yang tidak kalah pentingnya lagi adalah memperbaiki sistem drainase. Seperti diketahui drainase yang ada selama ini boleh dibilang belum berfungsi dengan baik, serta tidak memadai untuk mengalirkan air. Ini dibuktikan dengan masih banyaknya ditemui genangan air di banyak tempat. Sehingga wajar saja kalau di banyak tempat air menjadi tergenang. Drainase yang tidak baik, yang menyebabkan genangan, tentu saja akan berpengaruh buruk terhadap ketahanan jalan. Sebaik apa pun kualitas jalan yang dibangun, tapi kalau digenangi oleh air, pasti usia jalan akan menjadi lebih pendek atau cepat rusak. Untuk itu idealnya sebelum pembangunan jalan itu dilakukan, terlebih dahulu yang harus terlebih dahulu diperhatikan adalah drainase. Karena drainase yang baik ikut menentukan usia kebertahanan jalan.

Stop Illegal Logging
Penebangan hutan secara liar dengan tidak mempertimbangkan ekosistem alam sampai hari ini terus saja terjadi. Hal ini menjadi salah satu faktor yang mendekatkan kita dengan banjir. Hutan-hutan yang seharusnya bisa menjadi penyangga air hujan agar tidak langsung mengalir ke hilir, kini kondisinya sangat memprihatinkan.

Hutan-hutan dibabat sesuka hati. Tidak bisa ditutupi lagi, hutan yang kita miliki sekarang dalam keadaan rusak parah. Hutan kita telah benar-benar gundul. Ini bisa dilihat ketika hujan di hulu akan terlihat keruh di hilir sebagai akibat hanyutnya tanah yang dibawa air hujan yang tidak lagi mampu disangga oleh pepohonan atau pun hutan yang ada. Ini pula bukti yang menguatkan bahwa hutan kita sudah benar-benar gundul. Ditambah lagi daerah-daerah yang mestinya menjadi daerah resapan air, sekarang dibangun gedung-gedung yang menjulang tinggi maupun  rumah-rumah toko yang tersusun menghambat resapan air. Dalam hal ini, lagi-lagi pemerintah punya peran penting atas pembangunan gedung dan ruko yang telah menjamur di mana-mana di sepanjang jalan. Kenapa begitu mudahnya pemerintah mengeluarkan izin pendirian bangunan, sehingga mengabaikan aspek lingkungan yang jauh lebih penting bagi khalayak banyak.  

Sudah seharusnya adanya ketegasan dari pemerintah, baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah dalam hal pemberian izin dan pemberian sanksi ketika izin tersebut dilanggar oleh para pihak yang berkepentingan. Sehingga mereka yang punya kepentingan tidak semena-mena menyalahkan izin yang telah diberikan oleh pihak pemerintah. 

Sekarang yang mengintai kita bukan saja masalah banjir dan longsor. Tetapi kita sudah mulai merasakan hawa panas serta kesulitan untuk bernafas sebagai akibat atas berkurangnya ruang terbuka hijau yang menyumbangkan oksigen bagi makhluk hidup.

Jumat, 15 Februari 2013

Fobia Partai Politik


Oleh: Mhd. Zaki, S.Sos., M.H.

Fobia partai politik atau bisa dimaknai sebagai ketakutan yang berlebihan dari partai politik akhir-akhir ini terlihat mulai merebak. Maklum ketakutan ini berkaitan dengan terpaan berbagai kasus yang melibatkan banyak kader dan elit partai politik yang secara berlahan tapi pasti telah menguak satu persatu dosa-dosa mereka yang sebagian besar ada di dalam partai politik.

Berbagai kasus seakan silih berganti menghampiri hampir semua partai politik di negeri yang mengagungkan sistem demokrasi. Citra partai yang belakangan terlanjur semakin memburuk  tidak lagi mampu ditopang oleh pencitraan sebagian petinggi partai karena semakin banyaknya  kesalahan serta kebohongan yang telah mereka lakukan. Selain itu ketakutan yang berlebihan dari partai politik saat ini juga tidak bisa dilepaskan dari keterkaitannya menjelang pertarungan di tahun 2014 yang tidak beberapa lama lagi.

Fenomena seperti ini ternyata bukan saja menghinggapi partai besar, akan tetapi rasa ketakutan itu juga menghinggapi partai kecil dan partai baru. Tak terkecuali partai yang mengaku berasaskan agama. Semua kader partai merasa was-was karena satu persatu dari rekan politiknya ternyata harus berurusan dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Tidak jarang pula di setiap kesempatan para kader partai politik sibuk berusaha menepis semua pemberitaan yang menurut mereka berdampak pada menurunnya elektabilitas partai. Berbagai usaha pun dilakukan untuk meyakinkan publik seolah-olah kejadian yang menimpa kader partai itu hanyalah sabotase yang sengaja dilakukan oleh pihak-pihak tertentu yang menjadi rival politik yang merasa takut tersaingi dan lain sebagainya. Bentuk pembelaan seperti ini tentu saja akan menimbulkan berbagai spekulasi yang justru akan memperburuk citra partai.

Usaha pembelaan diri secara berlebihan bahkan dengan menuding adanya pihak lain yang sengaja ingin menghancurkan partai tertentu semakin memperjelas ketakutan sebagian dari partai politik terhadap kemungkinan kehilangan suara partai yang akan menentukan keberlangsungan partai mereka ke depan. Khususnya keinginan untuk menjadi partai pemenang pemilu di 2014.

Dengan menjadi partai pemenang pemilu maka tentunya sebagian kekuasaan ada digenggamkan sebagai konsekuensi atas kemenangan di pemilihan umum legislatif dan eksekutif, maupun di pemilihan  kepala daerah. Itulah tujuan partai yang selama ini bisa dilihat. Lain dari itu rasanya agak kesulitan kita untuk menemukannya dan boleh dikatakan kekuasaanlah yang menjadi tujuan utama mereka.

Elektabilitas yang Menurun
Dari berbagai lembaga survei banyak partai politik yang elektabilitasnya menurun. Menurunnya elektabilitas sebuah partai politik tentunya tidak lain adalah sebagai respons terhadap banyaknya kesalahan dan kebohongan yang dilakukan oleh kader partai itu sendiri. Salah satu kesalahannya yang akhir-akhir ini marak diberitakan diberbagai media masa adalah banyaknya kasus korupsi yang melibatkan para kader partai. Walaupun kemudian sebagian dari mereka beramai-ramai membantah hasil survei tersebut.

Padahal kalau bersikap bijak hasil survei seperti ini bisa dijadikan cerminan bagi semua partai untuk memperbaiki  diri. Sehingga elektabilitas partai yang saat ini menurun menjadi momen bagi semua partai untuk bisa bersama-sama memperbaiki kinerja partai. Mungkin selama ini kinerja partai belum menunjukkan keberpihakannya pada masyarakat bawah yang padahal mengharapkan perhatian dan aspirasinya bisa didengar dan diperjuangkan.

Waktunya Berbenah
Pemilihan umum legislatif dan eksekutif memang tinggal hitungan beberapa bulan lagi. Dalam jangka waktu yang tersisa tersebut tentu saja masih ada kesempatan bagi partai politik peserta pemilu yang lolos dari verifikasi beberapa waktu yang lalu untuk introspeksi dan memperbaiki kinerja partai untuk kemajuan partai ke depan dan diharapkan membawa pengaruh terhadap kesejahteraan masyarakat.
Di samping menjadi kesempatan bagi partai untuk berbenah, pada rentang waktu ini pula ada harapan besar masyarakat yang digantungkan. Masyarakat tentunya mengharapkan adanya pendidikan politik yang sehat dan cerdas dari berbagai partai politik yang menjadi sarana bagi masyarakat untuk menyalurkan aspirasi politiknya, yang mungkin selama ini terkesan mandek, karena terlalu sibuk dengan kepentingan internal partai semata.

Apa yang terjadi selama ini seperti rebutan kekuasaan yang dipertontonkan oleh para elit partai politik, sedikit banyak telah mempengaruhi persepsi masyarakat terhadap partai politik. Tidak sedikit pula dari masyarakat yang memutuskan untuk bersikap apatis terhadap keberadaan partai politik karena merasa kecewa. Belum lagi berbagai kasus korupsi yang melilit sebagian besar elit dan kader partai politik semakin menguatkan asumsi negatif masyarakat, bahwa partai politik tidak lebih hanyalah tempat memproduksi para calon-calon koruptor.

Inilah tugas berat dari pengurus beserta kader partai politik tentang bagaimana menumbuhkan kembali kepercayaan publik terhadap kinerja partai politik yang mulai hilang. Hal tersebut hanya bisa dilakukan jika dimulai dari petinggi partai. Dengan demikian ketika internal partai sudah bersih maka dengan sendirinya kepercayaan itu akan tumbuh kembali.

Selanjutnya jangan lupa bahwa sistem rekrutmen kader juga harus diperbaiki. Salah satunya adalah dengan memperketat sistem rekrutmen. Sehingga yang terjaring adalah kader –kader yang benar-benar mempunyai moralitas serta kualitas yang bisa diandalkan.

Senin, 11 Februari 2013

Lokalisasi Bentuk Legalisasi Prostitusi

Oleh: Mhd. Zaki, S.Sos., M.H.
Mendengar kata legalisasi prostitusi mungkin respon awal kita yang keluar adalah mengutuk keras atas dalih serta landasan apapun. Karena dalam berbagai perspektif dan paham apapun, kegiatan prostitusi adalah pelanggaran terhadap norma-norma dan tatanan nilai kemanusiaan, terutama dalam etika berpikir orang timur, yang dikenal menjunjung tinggi nilai-nilai adat dan budaya yang masih mengakar. 

Begitu juga dengan mengangkat “Lokalisasi Bentuk Legalisasi Prostitusi” sebagai sebuah judul tulisan mungkin oleh sebagian kalangan dianggap kurang populer jika dikaitkan dengan persoalan kekinian di Jambi. Namun menurut penulis bahasan tentang legalisasi praktik prostitusi bukanlah masalah ia populer atau pun tidak. Akan tetapi hal ini tetap akan menjadi masalah bersama yang pada kenyataannya masih dijumpai dalam kehidupan sosial terlepas kita mau mendiskusikannya atau tidak. 

Di Jambi siapa yang tidak kenal dengan istilah “Pucuk” (sebutan untuk kawasan lokalisasi di kota Jambi). Tentu saja sebutan itu sudah tidak asing lagi bagi sebagian besar masyarakat Jambi. Kalau mendengar kata itu orang pasti langsung memberi stigma negatif.  Maaf! kalau sedikit pulgar. Di sanalah tempat di mana para laki-laki dan perempuan hidung belang melampiaskan nafsu syahwatnya. Dalam bahasa santunnya dikenal dengan istilah prostitusi, walaupun sebenarnya tidak semua orang sepakat dengan istilah itu. Lebih pulgarnya lagi di sanalah markas para pelacur, mulai dari yang amatiran sampai yang profesional yang memiliki jam terbang yang tinggi. 

Praktik prostitusi bukanlah masalah baru. Ia adalah masalah lama yang dalam perjalanannya selalu menimbulkan pro dan kontra di dalam masyarakat. Bagi yang pro beranggapan bahwa praktik prostitusi adalah hak asasi individu manusia yang berkaitan dengan usaha pemenuhan kebutuhan, baik biologis maupun ekonomis yang dilakukan atas dasar suka sama suka dengan imbalan tertentu. Karena dianggap sebagai hak asasi, maka mereka berpandangan tidak ada alasan untuk melarang hal tersebut. Sedangkan yang kontra menilai bahwa prostitusi adalah bentuk dari penyimpangan sosial yang bertentangan dengan norma-norma yang akan membawa pengaruh buruk terhadap tatanan kehidupan sosial masyarakat. Adanya pro dan kontra di kalangan masyarakat tentunya jangan sampai menjadikan stakeholder kehilangan akal sehat di dalam membuat sebuah kebijakan yang berkualitas. 

Lokalisasi Bukan Jalan Keluar
Dengan masih berjalannya praktik prostitusi di lokalisasi sampai hari ini, tentu menimbulkan pertanyaan besar bagi masyarakat tentunya. Apakah kita benar-benar serius untuk mengatasi penyakit masyarakat yang semakin meresahkan ini! Ataukah kehadiran lokalisasi ini telah berkontribusi dalam menyumbangkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang besar dan berarti bagi pemerintah daerah, sehingga dirasa berat untuk ditutup! 

Tidak dapat dipungkiri dari hasil berbagai kajian dan penelitian tentang prostitusi, bahwa praktik prostitusi tidak bisa serta merta dipisahkan dengan persoalan ekonomi. Ia berkaitan dengan bagaimana memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Dalam hal ini prostitusi dianggap cara yang paling mudah dengan hasil yang mungkin memuaskan. Paling tidak dengan melakukan hal tersebut kebutuhan untuk hidup sehari-hari dapat terpenuhi.  

Kalau dulu kita beralasan dengan adanya lokalisasi, kegiatan prostitusi itu bisa dibatasi ruang geraknya hanya di satu lokasi tertentu. Namun alasan tersebut ternyata boleh dikatakan keliru. Kalau kita lihat di lapangan kegiatan seperti ini semakin lama semakin menyebar ke semua tempat di wilayah masyarakat. Aktivitas prostitusi terjadi hampir di setiap lini tempat bahkan sudah merambah ke tempat-tempat lain yang tidak pernah diduga sebelumnya. Kalau keadaannya sudah seperti ini, kenapa lokalisasi itu sampai hari ini masih saja tetap bertahan! Bahkan dari beberapa kali pergantian pejabat baik di pemerintah Kota Jambi maupun di Provinsi Jambi belum nampak sedikit pun usaha serius untuk menutup tempat tersebut. 

Masih terjadinya praktik prostitusi dilokalisasi ini tidak bisa lepas dari lemahnya peran pemerintah. Karena berkaitan dengan masalah kebijakan. Dalam persoalan kebijakan, pemerintah diberi wewenang untuk membuat suatu kebijakan dengan tetap memperhatikan  kepentingan masyarakat. Artinya dengan mempertimbangkan segala hal yang akan berakibat buruk bagi kenyamanan masyarakat maka lokalisasi sebagai tempat praktik prostitusi sudah seharusnya ditutup karena kehadiran lokalisasi tidak akan menyelesaikan masalah, yang ada justru akan melahirkan masalah baru. 

Efek Buruk Prostitusi
Kalau boleh dikatakan lokalisasi prostitusi merupakan cerminan ketidakseriusan kita dalam mengatasi penyakit masyarakat yang semakin lama semakin mengkhawatirkan. Dengan dilokalisasikan tempat prostitusi secara tidak langsung kita telah melegalkan kegiatan tersebut. Padahal banyak efek buruk yang telah diakibatkan dengan adanya lokalisasi tersebut. Selain dijadikan tempat praktik prostitusi di sana juga sudah menjadi tempat transaksi narkoba dan tempat mereka mengonsumsi minuman beralkohol serta obat-obat terlarang lainnya. 

Biasanya mereka mengawalinya dengan minum minuman beralkohol, selanjutnya diikuti dengan mengonsumsi obat-obat terlarang dan mengakhirinya di ranjang dengan wanita penghibur pilihannya. Di samping itu di lokalisasi prostitusi juga kerap memicu perkelahian antar pengunjung yang sering berakhir dengan korban jiwa. Kemudian dari segi kesehatan, praktik prostitusi juga telah menjadi media penyebaran berbagai jenis penyakit yang membahayakan. Tidak saja membahayakan bagi para pelaku pekerja seks itu sendiri, akan tetapi juga akan membahayakan bagi keluarganya. Termasuk kesehatan calon bayi yang akan dilahirkan. 

Parahnya lagi kegiatan yang awalnya di lakukan di tempat lokalisasi ternyata sudah mulai merambah ke institusi pendidikan yang sejatinya menjadi tempat ditempanya para calon pemimpin, generasi yang diharapkan memiliki moralitas yang tinggi untuk mampu meneruskan perjuangan bangsa. Atas kenyataan tersebut sedikit banyak telah mempengaruhi dan merusak sebagian dari pelajar dan mahasiswa, yang seharusnya belajar dengan benar di institusi tersebut. Apakah kemudian kita akan terus membiarkan hal ini terjadi, dengan mengabaikan segala efek buruk yang akan ditimbulkan?

Pada dasarnya seks adalah sebuah kebutuhan yang perlu untuk dipenuhi. Namun bukan berarti praktik tersebut harus dilegalkan dengan menyediakan tempat lokalisasi. Selama ini kita mungkin sibuk mengurus sampah organik dan non organik. Sudah saatnya pula kita memperhatikan juga “sampah” yang sesungguhnya. Ialah bentuk sampah masa kini yang telah ikut andil mengotori lingkungan sosial masyarakat, yang perlu mendapat perhatian serius dari kita semua termasuk pemerintah.  

Dengan tidak segera dilakukan penutupan tempat lokalisasi, sama saja dengan melakukan pembiaran. Pembiaran yang dilakukan oleh pemerintah dengan tetap membiarkan praktik prostitusi di tempat lokalisasi menurut penulis sama juga dengan melegalkan praktik prostitusi tersebut. Tentu kita berharap banyak pada pemerintah dalam menyelesaikan masalah prostitusi ini. Jangan hanya sekadar pencitraan dengan razia-razia alakadarnya. Mereka yang terjaring hanya diberikan pencerahan ringan kemudian dikembalikan. Hal tersebut tentu saja belum menyelesaikan masalah. Akhirnya mereka kembali ke habitat tempat di mana biasannya mereka beroperasi. 

Sekarang kita tunggu keberanian dan ketegasan dari pemerintah untuk segera menutup lokalisasi sebagai tempat praktik prostitusi dan menindak tegas baik itu pelaku, penyedia maupun mereka yang telah membacking kegiatan tersebut. Berani atau tidak! 






Jumat, 08 Februari 2013

Negeri Tadah Hujan

Cerpen: Mhd. Zaki
Udara di luar begitu lembab. Jendela di pojok rumah sengaja aku biarkan sedikit terbuka dengan harapan, agar udara segar tidak merasa sungkan untuk bisa masuk menggantikan udara pengap bercampur asap rokok yang memenuhi hampir di semua ruang rumah. Namun sial! Itu semua sepertinya percuma. Tidak ada tanda-tanda gerakan angin yang menyelip masuk. Mungkin ia kelelahan karena tadi siang sudah menumbangkan puluhan pohon yang telah menyumbangkan oksigen bagi warga kampung kami. Termasuk pohon tua kesayangan Pak Amin tetangga sebelah rumahku yang ukurannya melebihi tiga badan orang dewasa. Sementara suara jengkrik masih saja terdengar seperti merintih gerah kehausan. Namun ia seakan setia ingin tetap menemani kami menghabiskan malam.

Selasa, 05 Februari 2013

Inefisiensi Anggaran di Akhir Tahun

Oleh: Mhd. Zaki, S.Sos., M.H.

Inefisiensi anggaran bisa dimaknai sebagai penggunaan anggaran yang tidak tepat guna atau berlebihan sehingga menyebabkan pemborosan terhadap keuangan negara. Hal itulah yang menurut pengamatan penulis terjadi saat ini. Ini sejalan dengan pengakuan Kepala Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Republik Indonesia Bapak Mardiasmo beberapa waktu yang lalu.

Minggu, 03 Februari 2013

Harapan untuk KNPI

Oleh: Mhd. Zaki, S.Sos., M.H.

Beberapa hari yang lalu Dewan Pengurus Daerah (DPD) Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) Provinsi Jambi telah sukses melaksanakan Musyawarah Provinsi yang mengagendakan beberapa kegiatan.  Diantaranya adalah memilih kepengurusan yang baru sekaligus mendengarkan Laporan Pertangungjawaban (LPj) kepengurusan periode sebelumnya.