Selasa, 05 Februari 2013

Inefisiensi Anggaran di Akhir Tahun

Oleh: Mhd. Zaki, S.Sos., M.H.

Inefisiensi anggaran bisa dimaknai sebagai penggunaan anggaran yang tidak tepat guna atau berlebihan sehingga menyebabkan pemborosan terhadap keuangan negara. Hal itulah yang menurut pengamatan penulis terjadi saat ini. Ini sejalan dengan pengakuan Kepala Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Republik Indonesia Bapak Mardiasmo beberapa waktu yang lalu.
Menurut beliau penyalahgunaan anggaran pemerintah apalagi di akhir tahun anggaran sangat mungkin terjadi. Pengakuan dari ketua BPK tersebut tentu saja sangat beralasan. Apa lagi setelah Anggaran Pendapatan  Belanja Negara Perubahan (APBN P) disahkan.
Obsesi sebagian instansi pemerintah di Kementerian dan Lembaga untuk memenuhi target daya serap anggaran yang tinggi dengan harapan dengan daya serap anggaran yang tinggi akan berimplikasi terhadap penganggaran di tahun anggaran berikutnya. Hal ini telah membuat sebagian instansi pemerintah berlomba-lomba membelanjakan anggaran mereka. Obsesi yang demikian bisa diasumsikan menjadi salah satu faktor pendorong terjadinya inefisiensi penggunaan anggaran di samping faktor lain.  
Ketika inefisiensi itu terjadi maka jelas kembali lagi yang dirugikan adalah masyarakat. Karena mereka yang telah susah payah memenuhi kewajibannya sebagai warga negara untuk membayar pajak, namun mereka sendiri tidak bisa menikmati apa yang seharusnya mereka bisa nikmati dari hasil pajak yang mereka bayarkan. Apalagi masyarakat yang berada di daerah-daerah yang pembangunan infrastrukturnya masih sangat tidak seimbang dengan daerah perkotaan. 

Pada dasarnya inefisiensi penggunaan anggaran itu bisa minimalisir, dengan catatan program kegiatan di masing-masing instansi pemerintah di Kementerian dan Lembaga harus dibuat dengan sebuah perencanaan yang matang dan terukur. Artinya perencanaan itu wajib melibatkan partisipasi dari semua pihak yang punya kepentingan dengan program instansi tersebut, termasuk masyarakat.

Modus Inefisiensi
Ada beberapa modus yang dari dulu sampai sekarang yang kalau boleh penulis sebut adalah sebagai sebuah “tradisi” yang terjadi di berbagai instansi pemerintah yaitu dalam hal inefisiensi anggaran. Hal tersebut dilakukan dalam beberapa bentuk kegiatan. Pertama, para birokrat akan berusaha mengkomersialisasikan tugas pokok dan fungsinya dengan mengkonversikan sejumlah honor atau uang lelah atau apalah namanya pada setiap kegiatan yang dilaksanakan. Dengan demikian, akan berakibat pada semakin tinggi jabatannya, maka akan makin banyak pula honor yang didapatkan. Kegiatan ini dapat berbentuk koordinasi, pemantauan, konsultasi, evaluasi dan lain sebagainya. Artinya penamaan kegiatan tersebut menyesuaikan dengan selera pejabat. Hal yang seperti ini tentu saja miris, karena seperti diketahui tugas pokok dan fungsi pada dasarnya sudah melekat dengan gaji, akan tapi tetap saja digandakan lewat honor.

Kedua, ini masih ada kaitannya dengan  yang pertama, bahwa sepertinya mereka yang di birokrasi lebih senang melakukan kegiatan yang dapat dikonversikan menjadi nilai tambah. Salah satu contohnya adalah perjalanan dinas, kemudian ada pula rapat di luar kantor, terus ada lagi yang namanya konsinyasi. Tiga kegiatan ini paling sering dijumpai, dan biasanya dilaksanakan tiga bulan menjelang akhir tahun anggaran. Maka tidak salah jika ada sebagian orang yang menjuluki mereka yang sering dinas luar dengan sebutan “Bang Toyib” yang jarang pulang, karena memang jarang di kantor dan kebanyakan di luar. 

Birokrat dengan senang hati melakukan perjalanan dinas, karena akan mendapatkan tambahan pendapatan. Mereka juga dengan senang hati untuk pergi rapat atau konsinyasi di luar kantor atau di luar kota, dan biasanya dilakukan di hotel karena kalau di luar mereka akan mendapatkan uang transport. Bahkan birokrat juga dapat mengakalinya dengan honor yang lebih besar, misalnya menjadikan dirinya sebagai nara sumber dan lain sebagainya.

Pentingnya sebuah Perencanaan 
Perencanaan menjadi sesuatu hal yang penting dalam sebuah organisasi, termasuk di instansi pemerintah, baik itu di Kementerian  maupun di Lembaga. Perencanaan merupakan proses awal dimana proses manajemen memutuskan apa yang akan menjadi tujuan  dari sebuah organisasi, dan bagaimana pula cara untuk mencapainya. Di samping itu perencanaan juga menjadi hal krusial karena dalam tataran praktik perencanaan memegang peranan yang lebih bila dibandingkan dengan fungsi-fungsi manajemen yang lain, seperti fungsi pengorganisasian, pengarahan, dan pengawasan. Dimana fungsi-fungsi manajemen yang lain tersebut sebenarnya merupakan pelaksanaan dari hasil sebuah perencanaan. Dalam sebuah manajemen perencanaan mempunyai fungsi yang besar dalam menentukan tercapai tidaknya sebuah tujuan organisasi. Jika sebuah organisasi tidak memiliki perencanaan yang baik, maka bisa dipastikan tujuan dari organisasi tersebut akan sulit untuk diwujudkan. 

Seperti diketahui di akhir tahun anggaran, baik di Kementerian maupun Lembaga ada kecendrungan semua kegiatan dikebut. Tidak jarang pula ada kegiatan yang sifatnya dadakan. Semua itu dilakukan dengan alasan untuk memenuhi daya serap penggunaan anggaran. Anggapan mereka anggaran yang sudah ada harus dihabiskan sebelum tahun anggaran baru. Akhirnya masalah akan efektif dan efisien tidaknya kegiatan tersebut menjadi hal yang tidak penting oleh sebagian mereka. Yang lebih penting di akhir tahun ini menurut mereka adalah bagaimana menghabiskan anggaran yang sudah disahkan. Kemudian bagaimana mana caranya agar anggaran yang ada ini jangan sampai kembali ke kas negara. 
Anggapan seperti ini setidaknya telah menimbulkan masalah baru, yakni kegiatan yang dilaksanakan menjadi tidak tepat sasaran dan terkesan asal jadi. Padahal kalau seandainya perencanaan di masing-masing instansi pemerintah telah dilakukan dengan matang, maka akan kecil kemungkinan menumpuknya anggaran yang tidak terserap. Karena banyak  tempat di daerah di seluruh Indonesia mengalami kekurangan anggaran untuk bisa menjalankan program-program pembangunan daerah mereka. Mereka punya program tapi tidak punya anggaran. Di lain pihak ada yang punya anggaran tapi tidak punya program yang tepat. 

Masalah ini ternyata tidak saja terjadi di Kementeriaan dan Lembaga akan tetapi juga telah menular ke daerah-daerah, baik di pemerintah provinsi maupun di pemerintah kabupaten dan kota. Termasuk di Provinsi Jambi. Salah satu contoh mungkin bisa dilihat pada proyek pengerjaan jalan di kawasan Telanaipura Jambi. Jalan ini secara kasat mata masih sangat bagus sekali. Tidak terlihat kerusakan pada badan jalan tersebut. Tapi apa yang terjadi. Jalan tersebut tetap saja di aspal. Hal seperti ini tentu saja dapat dikategorikan sebagai bentuk pemborosan anggaran. Padahal di daerah lain di Provinsi Jambi banyak sekali infrastruktur khususnya jalan yang menjadi urat nadi perekonomian masyarakat yang sampai hari ini masih terbengkalai luput dari perhatian pemerintah.

Kalau bicara masalah skala prioritas maka menurut penulis pembangunan jalan Arif Rahman Hakim sesungguhnya belum layak untuk diperbaiki. Kenapa belum layak untuk diperbaiki! Karena memang jalan tersebut belum ada yang rusak. Sehingga sebagai konsekuensi dari pengerjaan jalan tersebut adalah munculnya berbagai spekulasi miring dari berbagai pihak. 

Sebagai masyarakat biasa tentunya berharap penggunaan keuangan negara tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip penggunaan keuangan negara itu sendiri. Seperti diketahui bahwa prinsip-prinsip pengelolaan keuangan negara harus: tertib, taat pada peraturan perundang-undangan, efisien, ekonomis, efektif, transparan, dan bertanggungjawab dengan tetap memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan.
Tentunya kita berharap dalam hal pengelolaan serta penggunaan anggaran negara harus senantiasa mempertimbangan manfaatnya terhadap kehidupan masyarakat. Jangan sampai penggunaan anggaran hanya sebatas untuk pencintraan saja, namun harus ada target yang jelas dari penggunaan anggaran tersebut. 

Dimuat di Opini Harian Pagi Jambi Ekspres, Senin, 31 Desember 2012

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silakan tinggalkan komentar...