Oleh: Mhd. Zaki, S.Sos, M.H.
Kemeriahan perhelatan budaya dan kesenian pada malam “Keagungan Melayu Jambi” dengan menampilkan Krinok sebagai pengiring pertunjukan yang digelar beberapa waktu yang lalu secara umum berjalan dengan sukses.
Kesuksesan itu tentu saja tidak lain adalah hasil dari sebuah kerja sama yang apik dari berbagai pihak. Termasuk dari para pelaku tradisi itu sendiri, yang telah menunjukkan kebersahajaan mereka dengan menampilkan sebuah tontonan yang luar biasa bagi para tamu undangan dan masyarakat Jambi umumnya.
Berkenaan dengan peristiwa budaya tersebut, maka sudah sepantasnya jika kita memberikan apresiasi yang lebih terhadap mereka. Bukan bermaksud berlebih-lebihan, tapi mereka memang pantas untuk mendapatkan pujian itu. Karena tanpa kehadiran mereka, maka dapat dipastikan acara yang kita gadang-gadangkan sebagai usaha dan upaya kita untuk mengangkat budaya melayu Jambi ke permukaan yang diibaratkan seperti mengangkat batang terendam pada malam itu akan dirasa hambar.
Dalam acara tersebut hadir pula para undangan dari berbagai kalangan. Salah satunya adalah dari kalangan pejabat birokrat di Negeri Sepucuk Jambi Sembilan Lurah yang masyarakatnya masih kental dengan adat budaya melayunya. Kehadiran para birokrat pada acara tersebut memberi sinyal sekaligus membuka peluang bagi Dewan Kesenian Jambi (DKJ) sebagai mitra pemerintah sekaligus promotor dinamika berkesenian di daerah, baik dalam rangka menjaga keutuhan dan keaslian kesenian tradisional Jambi, maupun dalam rangka pengembangan kesenian kontemporer lainnya untuk bisa kembali meyakinkan mereka bahwa perlu adanya kerja sama semua pihak dalam merevitalisasi kesenian dan kebudayaan melayu Jambi. Hubungannya dengan para birokrat adalah berkaitan dengan arah kebijakan pemerintah. Tentu saja ada harapan besar di balik pertunjukan tersebut. Dengan menyaksikan acara tersebut kita berharap mereka nantinya bisa menjadikan kegiatan seperti ini sebagai usaha pelestarian budaya melayu Jambi dan menjadikannya program strategis dalam rangka pembangunan masyarakat Provinsi Jambi ke depan dengan mengangkat budaya menjadi sebuah industri.
Kemeriahan acara tersebut tentu pula tidak dikehendaki akan berhenti pada decak kagum dan pujian para tamu undangan semata. Akan tetapi diharapkan adanya tindak lanjut khususnya dari pemerintah daerah sebagai bentuk dukungan dalam melestarikan budaya dan tradisi yang mulai tergerus oleh begitu derasnya arus globalisasi, modernisasi serta munculnya berbagai bentuk imprealisme budaya dari luar.
Seperti diketahui tradisi dan pelaku tradisi sama-sama mempunyai keterkaitan yang saling mempengaruhi. Dalam perjalannya tradisi akan mempengaruhi pelaku tradisi. Begitu pula sebaliknya. Pelaku tradisi dalam kehidupan masyarakat juga akan mempengaruhi keberadaan tradisi. Keterkaitan antara keduanya haruslah kita tempatkan pada tempat yang sejajar dengan porsi yang tentunya berimbang. Pelaku tradisi dan tradisi itu sendiri diibaratkan seperti dua sisi jalan yang seiring. Ini mengandung arti, bahwa mustahil tradisi akan tetap bertahan jika para pelaku tradisi dalam masyarakat itu sendiri telah tenggelam atau punah.
Regenerasi Pelaku Tradisi
Dalam realitas kehidupan sehari-hari seringkali kita jumpai, baik itu para seniman, budayawan maupun pelaku tradisi yang kehidupan mereka jauh dari perhatian. Padahal seperti diketahui di balik kebersahajaan dari sebagian mereka ada nilai-nilai yang melekat pada diri mereka. Dimana nilai-nilai tersebut sangat menentukan terhadap keberlangsungan sebuah tradisi. Hal ini bermakna bahwa para pelaku tradisi mempunyai peran penting dalam upaya melestarikan dan mewariskan tradisi sebagai bentuk produk kearifan lokal kepada generasi muda sebagai generasi penerus.
Seringkali di acara-acara resmi pertunjukan yang bernuansa kebudayaan, seni dan tradisi dengan sengaja dipertontonkan di hadapan khalayak, dengan kemasan yang tentu saja menarik. Di satu sisi keinginan untuk menampilkan mereka patut mendapat dukungan. Namun sayangnya kebanyakan hal tersebut hanya berhenti sampai di situ. Setelah pertunjukan selesai, iya sudah. Mereka kemudian dibolehkan pulang dengan bayaran alakadarnya. Hal seperti ini tentu saja memprihatinkan.
Pada dasarnya persoalannya bukan di situ. Bukan sebatas penghargaan terhadap mereka dengan nilai bayaran yang besar atau kecil. Mereka juga sebenarnya tidak pernah meminta bahkan sampai menentukan besaran tarif setiap kali mereka tampil dalam sebuah pertunjukan. Karena dalam diri mereka nilai-nilai budaya dan tradisi itu sudah melekat kuat. Pemerintah tidak perlu bersusah payah menyadarkan mereka akan pentingnya melestarikan budaya. Ada maupun tidak perhatian dari pemerintah, mereka tetap berkesenian. Namun alangkah lebih baik pemerintah bisa tetap bisa memberikan peran dalam menunjang mereka dalam usaha melestarikan tradisi itu. Seperti diketahui jika kita kehilangan tradisi maka kita juga berarti telah kehilangan jati diri.
Boleh dikatakan dari beberapa orang pelaku tradisi yang masih tersisa sampai hari ini sebagian besar dari mereka hidup dalam kebersahajaan. Namun mereka tetap terus berkesenian mempertahankan tradisi yang hampir hilang itu. Seperti Wak Mariam contohnya. Ia adalah seorang pelaku tradisi Senandung Jolo yang usianya sudah mendekati satu abad, tapi beliau harus tetap banting tulang untuk bisa bertahan hidup. Padahal seharusnya seumuran beliau sudah harus beristirahat menikmati hasil kerja yang sudah dilakukan di masa muda dulu. Namun hal itu tidak berlaku bagi beliau. Beliau harus tetap bekerja banting tulang ke sawah dan keladang untuk bisa bertahan hidup. Jika pemerintah punya perhatian terhadap budaya dan tradisi tentu saja nasib para pelaku tradisi seperti Wak Mariam ini tidak perlu terjadi. Apalagi para pelaku tradisi telah menghabiskan sebagian umur mereka untuk mempertahankan sebuah budaya dan tradisi. Tinggal bagaimana kita mengasah kepedulian dan kepekaan kita terhadap pelestarian budaya dan tradisi serta kehidupan mereka sebagai pelakunya. Hal ini wajib dilakukan jika kita tidak ingin budaya dan tradisi menjadi hilang ditelan perkembangan zaman.
Tradisi adalah Kekayaan Kita
Tidaklah berlebihan bila dikatakan faktor utama yang mendorong pertumbuhan kesadaran budaya ini bertolak dari pandangan para ahli yang makin memahami peran budaya dalam mengubah banyak hal, termasuk membangun perekonomian suatu bangsa. Di Provinsi Jambi sendiri peran budaya dalam mengubah perekonomian bangsa belum begitu jelas terlihat. Padahal ada banyak budaya dan tradisi yang kalau dikembangkan akan mempunyai nilai ekonomis. Ia akan menjadi sebuah produk budaya lokal yang memiliki nilai jual yang menjanjikan.
Salah satu contoh adalah tradisi Senandung Jolo yang ada di Desa Tanjung Kabupaten Muarojambi. Selama ini untuk bisa menyaksikan tradisi tersebut kita harus mendatangkan para pelaku tradisi langsung dari Desa Teluk Kabupaten Muarojambi. Begitu juga ketika kita ingin menampilkan Krinok yang ada di Kabupaten Bungo. Maka kita harus mendatangkan pelaku tradisi tersebut langsung dari Bungo. Termasuk tradisi Sike, Tale, Be Kba yang berasal dari Kabupaten Kerinci. Jika kita ingin menyaksikan tradisi tersebut, maka kita akan kesulitan karena pelaku tradisi itu sudah tidak banyak lagi.
Keinginan yang begitu besar terhadap pengembangan budaya melayu Jambi tentunya bukan sebatas pada kajian budaya melayu saja, akan tetapi berkaitan juga dengan bagaimana semua pihak meluangkan dan mencurahkan pemikiran mereka dalam upaya regenerasi para pelaku tradisi yang sampai sekarang jumlahnya tidak seberapa. Bahkan diantaranya sudah tidak muda lagi. Kondisi para pelaku tradisi yang sebagian sudah tidak muda lagi tentu saja akan membuat resah kita semua akan nasib tradisi beberapa tahun ke depan, karena sampai sekarang belum nampak usaha regenerasi.
Tentunya suatu saat nanti kita berharap, ketika hendak menyaksikan sebuah tradisi, kita tidak mesti mendatangkan para pelaku tradisi itu langsung dari daerah. Melainkan kita tetap bisa menikmatinya di daerah masing-masing dengan penampilan dari siswa-siswi dan anak-anak muda yang telah diajarkan di sekolah-sekolah mereka. Semoga di balik penampilan mereka yang memukau, ada dukungan penuh dari kita semua.