Minggu, 29 September 2019

Kebakaran Jenggot!

Oleh: Mhd. Zaki
Benarkah pemerintah kini sedang kebakaran jenggot? Paling tidak, pertanyaan iseng ini telah dijawab pemerintah dengan gerah. Kegerahan ini terlihat dari beberapa respon reaktif dari mereka yang berada di lingkaran istana, terkait ramainya aksi demo mahasiswa sebagai bentuk protes kepada pemerintah, terhadap upaya pencegahan dan penanganan kebakaran lahan, hutan, dan kabut asap yang sedang terjadi di beberapa daerah saat ini.

Berbagai upaya diklaim sudah dilakukan pemerintah untuk mencegah dan mengatasi persoalan kabut asap. Namun kenyataannya hari ini, kabut asap belum juga menampakkan tanda-tanda akan berakhir. Kabut asap sudah terlanjur mengepul, lahan dan hutan di sebagian besar wilayah Sumatra dan Kalimantan habis terbakar. Kabut asap terus saja memekat menerbangkan abu yang berbahaya bagi masyarakat. Namun ‘dalang’ yang menyebabkan hutan dan lahan terbakar, sampai saat ini masih terlihat samar, tertutup oleh pekatnya kabut asap. 

Di luar, jarak pandang menjadi semakin pendek, kesehatan masyarakat menjadi terganggu, jadwal penerbangan maskapai pun menjadi berantakan. Dibeberapa bandara, bahkan sampai ada yang ditutup. Tidak sampai di situ, anak-anak sekolah, ASN dan pegawai swasta juga ikut menjadi korban, karena aktivitas mereka menjadi terganggu.

Lalu, kenapa kita seperti berat hati untuk mengakui kesalahan maupun kelalaian yang telah diperbuat, dan lebih memilih saling melempar kesalahan. Padahal kalau saja semua pihak mau jujur mengakui kesalahan dan kelalaian masing-masing, tentu kabut asap tidak akan sampai separah ini. 

Jangan Serampangan Memperlakukan Alam 
Kabut asap yang melanda, tentu bukan kali pertama terjadi di republik ini. Bahkan, kejadian ini terus berulang dari tahun ke tahun, dan cenderung semakin parah. 

Alam perlu dikelola secara arif. Sehingga apa yang kita alami saat ini, tidak terulang kembali di tahun berikutnya. Alam mesti dijaga dengan penuh tanggung jawab, bukan sebaliknya di eksploitasi serampangan untuk kepentingan-kepentingan material semata. 

Semua pihak harus sadar, bahwa alam telah memberikan kehidupan bagi umat manusia, dan kehidupan manusia sangat bergantung dengan alam.  Maka sudah selayaknya kita sama-sama menjaga alam dari kerusakan yang diakibatkan oleh tangan-tangan serakah.

Kita masih membutuhkan oksigen dari hutan, kita juga masih membutuhkan air untuk bertahan hidup. Itu semua hanya bisa didapatkan dari alam, hutan yang terjaga. Selain itu, hutan juga menjaga kita dari efek buruk pemanasan global (global warming). 

Alam telah memberikan banyak manfaat untuk manusia, namun apa yang telah kita perbuat untuk alam? Kita terlalu serakah, dan kini kita sibuk seperti kebakaran jenggot, setelah alam menjadi murka. 

Upaya pengendalian kebakaran hutan yang dilakukan pemerintah, tampak berjalan di luar harapan. Upaya pencegahan yang dilakukan pemerintah belum begitu jelas terlihat. Dimana pemerintah dalam hal ini, Kementerian Kehutanan telah membentuk lima brigade pengendalian kebakaran hutan yang diberi nama Manggala Agni yang ada di lima provinsi rawan kebakaran hutan. Lima provinsi tersebut yaitu: Sumatera Utara, Riau, Kalimantan Barat, dan Kalimantan Tengah, termasuk didalamnya adalah Provinsi Jambi. Namun lagi-lagi kita sepertinya masih kecolongan, karena kabut asap masih saja mengepul.

Dengan melihat kondisi kabut asap saat ini, tidak mungkin rasanya hanya disebabkan oleh pembakaran lahan oleh petani tradisional semata, yang nota bene lahannya hanya beberapa hektar saja. Justru yang paling masuk akal adalah kabut asap lebih diakibatkan oleh aktivitas pembakaran yang dilakukan oleh mereka yang memiliki lahan perkebunan yang luasnya mencapai puluhan ribu hektar. Lalu siapa yang kira-kira memiliki lahan seluas itu?

Peran Pemerintah 
Dalam kasus ini, pemerintah punya peranan penting. Khususnya pemerintah daerah. Di era otonomi daerah, dimana terjadinya pergeseran kewenangan dari sentralisasi ke desentralisasi, membuat kewenangan daerah menjadi lebih luas dalam mengelola daerahnya masing-masing. 

Begitu juga dengan hal perizinan pengelolaan atas hutan. Peta dan izin HPH serta HTI, yang banyak diduga sebagai lokasi titik panas, (hot spot) justru dikeluarkan oleh pemerintah daerah. Bahkan Kementerian Kehutanan mengklaim, pemerintah daerah dinilai sebagai pihak yang paling bertanggung jawab atas terjadinya bencana kabut asap musiman di daerah, karena persoalan perizinan.

Kepala daerah harus berkolaborasi, dan saling berkoordinasi, untuk menyelesaikan masalah ini, bukan hanya sibuk membicarakan masalah suksesi dan kumpul sana-sini demi kepentingan politik semata. Sudah saatnya berpikir dan berbuat untuk kepentingan masyarakat banyak.

Sejatinya pemberian izin pengelolaan atas hutan sudah harus diperketat. Entah itu izin HPH, HTI, maupun pengelolaan sumber daya alam lainnya. Semua izin yang dikeluarkan oleh pemerintah, baik pusat maupun daerah, harus mempertimbangkan segala aspek. 

Selain persoalan perizinan, persoalan pengawasan juga tidak bisa disepelekan. Pengawasan di lapangan bisa dengan melibatkan semua pihak. Diantaranya melibatkan personel dari anggota polisi kehutanan Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) yang ada di masing-masing daerah, serta masyarakat yang berada di sekitar hutan. Hal ini tentu tidak dengan cuma-cuma, melainkan dengan memberikan kompensasi atas kerja mereka.

Sanksi
Hal terpenting dalam menjalankan pengawasan terhadap penggunaan izin pengelolaan atas hutan adalah ketegasan. Ketika ketentuan yang disyaratkan dalam memperoleh izin tersebut dilanggar, maka pemerintah yang mengeluarkan izin tersebut, harus berani untuk mencabut izin yang telah dikeluarkan, serta memberikan sanksi yang mampu memberikan efek jera dan mampu memulihkan atas kerugian yang ditimbulkan. 

Sampai sekarang, proses penegakan hukum terhadap pelaku pembakar hutan dan lahan boleh dibilang masih lemah, bila dibandingkan dengan penegakan kasus hukum lainnya. Banyak kasus pembakaran hutan yang muncul, tapi tidak sampai ke pengadilan alias ‘menguap’ karena pembuktiannya yang lemah. Sebagian kasus ada yang sampai ke pengadilan, tapi sanksi hukumnya ringan, sehingga para pelaku tidak merasa jera. 

Menjaga hutan adalah kewajiban kita semua, namun memberi izin adalah kewenangan penuh pemerintah. Jangan sampai izin yang diberikan justru membuat kita menjadi kebakaran jenggot.

* Owner Pustaka Ken Dee

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silakan tinggalkan komentar...