Sabtu, 17 Februari 2018

Mengawasi Penyelenggara Pemilu*

Oleh: Mhd. Zaki
Sebagai penyelenggara Pemilu sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011 Tentang Penyelenggara Pemilihan Umum, KPU, Bawaslu dan DKPP mempunyai tugas yang tidak ringan. Dari ketiga institusi inilah harapan masyarakat digantungkan demi terciptanya Pemilu yang berkualitas.


Selanjutnya, dari Pemilu yang berkualitas pula warga negara berharap bisa melahirkan pemimpin-pemimpin yang ideal. Pemimpin yang mampu merasakan, mau mendengarkan dan sigap dalam merespons apapun persoalan yang berkembang dalam masyarakat, serta mampu membawa perubahan ke arah yang lebih baik, sesuai dengan amanat sila kelima Pancasila, “Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia”.

Untuk mewujudkan cita-cita mulia tersebut, maka penyelenggara Pemilu harus steril, terbebas dari tarik menarik kepentingan, baik kelompok maupun golongan. Untuk memastikan hal itu maka mereka harus terus diawasi. 

Pengawasan terhadap penyelenggara tersebut, harus dilakukan secara komprehensif dengan memastikan rekam jejak calon penyelenggara, rekam jejak tim seleksi, sampai pada kinerja penyelenggara setelah terpilih dan saat bekerja nanti.

Maraknya Pelanggaran Pemilu
Dari sekian kali penyelenggaraan Pemilu, baik itu pemilihan eksekutif maupun legislatif, di pusat maupun di daerah, hampir semuanya diwarnai dengan berbagai pelanggaran. Hal ini dibuktikan dengan banyaknya temuan dan laporan yang masuk ke Bawaslu. 

Dari berbagai pelanggaran, setidaknya ada beberapa jenis pelanggaran yang sering dijumpai. Di antaranya adalah kampanye di luar jadwal, menampilkan alat peraga, kampanye yang melibatkan Aparatur Sipil Negara (ASN), kampanye terselubung dengan memanfaatkan jabatan aktif (biasanya dilakukan oleh para incumbent).

Pelanggaran di atas, sering kali luput dari pantauan penyelenggara, terutama yang dilakukan oleh para incumbent. Jika hal seperti ini terus diabaikan, maka pihak lain jelas merasa dirugikan. Sehingga berpotensi memicu gesekan-gesekan horizontal yang justru malah menciderai demokrasi itu sendiri.    
Sanksi 
Pelanggaran Pemilu tentu tidak muncul begitu saja, setidaknya ada beberapa faktor yang turut mempengaruhinya. Pertama, pengawasan yang tidak ketat. Pengawasan yang tidak ketat akan melahirkan ketidakpatuhan para kontestan/peserta Pemilu dalam mematuhi peraturan yang telah ditentukan.

Kedua, sanksi yang tidak memberikan efek jera dan mendidik. Selama ini sanksi yang diberikan belum cukup memberikan efek jera bagi peserta Pemilu yang melakukan pelanggaran. Pemberlakuan sanksi administrasi sering kali diabaikan, sehingga menjadi tidak efektif. 

Ketiga, kurangnya sosialisasi. Minimnya sosialisasi dari penyelenggara membuat informasi tidak diterima dengan baik oleh para calon dan tim sukses. Terutama yang berkaitan dengan bentuk dan jenis pelanggaran Pemilu sehingga ada yang secara tidak sadar telah melakukan pelanggaran, karena ketidaktahuan mereka. Walaupun ada juga yang hanya sekadar mencari alasan untuk membenarkan sebuah kesalahan. 

Empat, peran masyarakat. Dalam pesta demokrasi ini, selain penyelenggara seperti yang diamanatkan oleh undang-undang, masyarakat juga mempunyai peran penting. Di antaranya adalah dengan menjalankan fungsi kontrol dan terus memberikan dorongan terhadap kerja institusi penyelenggara agar bisa bekerja secara maksimal sehingga Pemilu akan menghasilkan para eksekutif maupun legislator yang berkualitas, yang mampu menerjemahkan persoalan yang berkembang dalam masyarakat untuk kemudian dicarikan jalan keluarnya. Sehingga pesta demokrasi bukanlah sekadar ritual lima tahunan semata, melainkan akan menjadi peristiwa yang akan diingat sepanjang masa dalam melahirkan perubahan-perubahan positif yang signifikan untuk kepentingan warga negara secara keseluruhan. 

Seperti diketahui bahwa muara dari pesta demokrasi yang menghabiskan banyak biaya ini, sesungguhnya tidak lain adalah untuk kesejahteraan masyarakat. Untuk apa kita menghabiskan biaya demokrasi yang begitu besar kalau hanya sekadar untuk melahirkan para ‘penjahat kemanusiaan’.

Harapan 
Tentunya untuk menjadikan pesta demokrasi ini menjadi pesta demokrasi yang berkualitas, sikap sigap dan tanggap dari penyelenggara sebagai garda terdepan sangat diharapkan, kemudian ditambah dengan backup dari masyarakat. Mudah-mudahan ke depan tidak ada lagi sengketa Pemilu maupun Pemilukada yang berakhir dengan kerusakan parah terhadap tatanan sosial masyarakat, sehingga kepentingan masyarakat (kesejahteraan) sebagai warga negara benar-benar bisa terwujud.

*Dimuat di Opini Harian Pagi Jambi Independent, Sabtu, 17  Februari 2018


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silakan tinggalkan komentar...