Oleh: Mhd. Zaki
Pemilihan kepala daerah selalu menarik untuk dicermati dan didiskusikan. Bukan saja persoalan bagaimana latar belakang para calon, akan tetapi juga dalam hal manuver politik partai dalam mengusung ‘jagoannya’.
Di beberapa daerah, terjadi beberapa peristiwa politik yang mengejutkan. Mulai dari pengunduran diri bakal calon, pencalonan sepasang suami istri, sampai pada penarikan dukungan dari partai politik.
Partai politik selalu hadir dengan berbagai manuver dan taktik. Bahkan tidak jarang isu-isu negatif pun dihalalkan. Isu suku, adat, ras dan agama (SARA) kerap dijadikan senjata untuk menyerang lawan.
Harapannya semua hampir sama, agar para calon yang mereka usung bisa menjadi ‘pemenang’ dalam ‘pertarungan’, dengan demikian pamor partai menjadi naik, kemungkinan untuk didekati para pencari kekuasaan akan semakin besar, lalu mereka punya kesempatan untuk menempatkan orang-orang pilihan partai untuk duduk di pemerintahan.
Selain itu, suksesi pemilihan kepala daerah, pada dasarnya tidak bisa dilepaskan dalam upaya mengamankan suara untuk kepentingan yang lebih besar yakni pemilihan presiden mendatang.
Mahar Politik
Baru-baru ini tentu masih segar di ingatan kita, bagaimana penarikan dukungan Partai terhadap salah satu bakal calon kepala daerah di Kabupaten Kerinci. Seperti diketahui, Salah satu bakal calon kepala daerah sudah terlebih dahulu menerima surat dukungan dari Partai politik, namun di menit-menit terakhir, partai politik tersebut menarik dukungan mereka dan mengalihkan dukungan ke calon yang lain.
Dengan adanya peristiwa ini, lalu benarkah mahar politik itu tidak ada?, seperti beramai-ramai disampaikan oleh para petinggi partai?
Secara logis, sepertinya agak sulit diterima akal sehat. Apalagi di zaman sekarang. Tidak ada makan mewah yang gratis. Seperti sama-sama diketahui, untuk ke toilet saja kita harus bayar. Apa lagi untuk jadi kepala daerah.
Manuver yang dilakukan oleh partai politik dengan menarik dukungan sela beberapa jam sebelum pendaftaran calon kepala daerah dilakukan, tentu membuat sebagian masyarakat ‘melongo’. Padahal sehari sebelumnya surat dukungan sudah jelas-jelas diberikan ke salah satu calon, namun dalam hitungan jam, dukungan tersebut mendadak beralih. Hal ini tentu semakin menguatkan indikasi adanya mahar politik.
Pendidikan Politik dan Komitmen Partai
Penarikan dukungan oleh partai dalam kamus politik sama sekali tidak diharamkan. Toh politik itu dinamis senantiasa. Yang patut menjadi soal, justru komitmen dari partai tersebut. Mengapa demikian?, karena manuver semacam ini akan melahirkan asumsi negatif terhadap partai itu sendiri. Selain itu, partai bisa saja dijauhi dan ditinggalkan pemilih, karena dinilai plin-plan dan tidak cermat dalam mengeluarkan keputusan.
Sekadar catatan untuk semua partai politik, bagi masyarakat awam, manuver semacam ini bukanlah pendidikan politik yang baik, melainkan seperti berpolitik yang kehilangan etika, yang keputusan maupun kebijakannya tidak bisa untuk dipegang. Partai politik juga perlu mengajarkan kepada masyarakat bagaimana menjaga komitmen, sehingga ke depan akan terbentuk masyarakat yang punya komitmen yang kuat dalam membangun bangsa ini.
Akhirnya, semoga sistem demokrasi yang kita pilih ini, senantiasa mengajarkan kita untuk tetap menjaga komitmen sebagai pegangan, sehingga kita tidak tenggelam dalam kepentingan golongan.
*Dimuat di Opini Harian Pagi Jambi Independent, Kamis, 18 Januari 2018
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silakan tinggalkan komentar...