Kamis, 31 Januari 2013

Mantan Napi Jadi Pejabat!

Oleh: Mhd. Zaki, S.Sos., M.H.

Mantan Napi Jadi Pejabat! Inilah judul opini yang penulis berikan sebagai bentuk respon terhadap pernyataan Sekretaris Daerah (Sekda) Provinsi Jambi Bapak Ir. H. Syahrasaddin, M.Si. pada salah satu media masa di Provinsi Jambi beberapa waktu yang lalu.
Pernyataan Sekda ini berkaitan dengan adanya indikasi pejabat di lingkungan Pemerintah Provinsi Jambi yang merupakan mantan narapidana. Hal ini sungguh mengejutkan sekaligus menyegarkan. Mengejutkan karena, bagaimana mungkin para pelaku kejahatan yang sudah jelas-jelas divonis bersalah oleh pengadilan dan sudah memiliki kekuatan hukum yang tetap masih diberi ruang untuk menempati posisi di birokrasi.  

Menyegarkan karena, mungkin selama ini yang sering kita dengar dan kita baca adalah berita-berita tentang mantan pejabat menjadi narapidana. Sekarang kita disuguhkan dengan berita yang sedikit berbeda dari biasanya yakni mantan narapidana menjadi pejabat. Hal ini tentu saja memberi warna dalam pemberitaan, kendatipun berita tersebut dimuat di halaman belakang, namun tetap saja manarik untuk dikomentari.  

Apa yang disampaikan oleh Sekda Provinsi Jambi tersebut terlepas benar atau tidak, sedikit banyak telah menumbuhkan rasa antipati dari masyarakat Jambi. Sekaligus mempertanyakan kembali komitmen bersama untuk memberantas korupsi dan tindak kejahatan di republik yang kita cintai ini dalam rangka menciptakan sistem birokrasi yang bersih dan terbebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN), khususnya di Provinsi Jambi. 

Masyarakat tentunya bertanya-tanya serta menunggu dengan penuh harapan tentang kebenaran berita yang disampaikan Sekda tersebut, sambil berharap berita tersebut hanyalah sebuah isu. Namun seandainya saja pernyataan tersebut adalah benar maka sudah barang tentu masyarakat yang selama ini mendambakan dan mengharapkan para pemimpin di birokrasi khususnya di Provinsi Jambi bisa terbebas dari KKN dan tindakan kejahatan lainnya akan kembali dilukai.

Sebaliknya jika pernyataan tersebut tidak benar maka masyarakat tentu mengharapkan kesediaan dari Sekda untuk memberikan klarifikasi kepada publik yang sudah terlanjur mengetahui berita tersebut yang juga telah berperan membangun opini masyarakat. Ini penting agar tidak terjadi justifikasi yang buruk terhadap penyelenggara pemerintah di daerah. Sehingga pemerintah bisa bekerja lebih fokus sebagaimana mestinya tanpa harus terbebani dengan persoalan ini. 

Ketentuan Undang-Undang Kepegawaian
Sesuai ketentuan Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 Tentang Pokok-Pokok Kepegawaian Pasal 23 ayat (3) huruf b: Pegawai Negeri Sipil dapat diberhentikan dengan hormat atau tidak diberhentikan karena dihukum penjara atau kurungan berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap karena melakukan tindak pidana kejahatan yang ancaman hukumannya kurang dari 4 (empat) tahun.
Selanjutnya pada Pasal 23 ayat (5) huruf c: Pegawai Negeri Sipil diberhentikan tidak dengan hormat karena dihukum penjara  atau kurungan berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap karena melakukan tindak pidana kejahatan jabatan atau tindak pidana kejahatan yang ada hubungannya dengan jabatan.
Seringkali frasa “tindak pidana kejahatan dengan ancaman hukuman kurang dari empat tahun” ini disalahartikan dan disamakan dengan lamanya masa pidana. Padahal, sudah jelas “ancaman pidana” dan “lama masa pidana” mempunyai pengertian yang jelas-jelas berbeda. 
Dengan demikian, berapapun hukumannya, Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang terbukti melakukan tindak pidana korupsi ataupun tindak pidana lainnya berdasarkan putusan yang berkekuatan hukum tetap harus diberhentikan dengan tidak hormat. Jadi tidak ada satu pun alasan mendasar untuk memberikan kesempatan kepada PNS koruptor dan pelaku kejahatan untuk kembali menjadi PNS.
Setelah menjalani hukumannya, tidak ada pula alasan bagi PNS koruptor dan pelaku kejahatan kembali menjadi PNS atau memperoleh jabatan seperti semula apalagi kalau sempat sampai dipromosikan dalam jabatan struktural. Jelas hal ini telah menunjukkan telah terjadinya pergesaran sikap toleransi kita terhadap para koruptor atau pelaku kejahatan.
Jadi sesuai ketentuan Undang-Undang Pokok-Pokok Kepegawaian, PNS yang melanggar janji atau sumpah jabatan dan menjadi terpidana dapat diberhentikan dengan tidak hormat. Hal ini sudah dapat dijadikan dasar untuk memecat PNS yang terlibat Koruptor dan tindak kejahatan lainnya. Jadi pemerintah daerah tidak bisa berdalih lagi harus menunggu aturan dari Kementerian Dalam Negeri, karena telah diatur dalam undang-undang.

Efek Buruk bagi Pemerintah
Bagi pemerintah khususnya pemerintah Provinsi Jambi, jika membiarkan mantan narapidana tetap mengisi jabatan tertentu di birokrasi apalagi ditempatkan di posisi strategis maka pemerintah daerah harus siap-siap akan kehilangan legitimasi sosial dari masyarakat. Di samping akan kehilangan legitimasi sosial dari masyarakat, pemerintah juga akan kehilangan wibawa dan kepercayaan serta dikhawatirkan akan menimbulkan gelombang besar pembangkangan dari masyarakat, bahkan sangat dimungkin pula semua program pemerintah daerah tidak mendapat dukungan sosial.

Seperti apa yang pernah dikemukakan oleh Guru Besar Hukum Tata Negara Universitas Andalas Saldi Isra dalam sebuah media nasional,  pengangkatan bekas terpidana korupsi sebagai pejabat publik sungguh mencederai gerakan pemberantasan korupsi. Bagi koruptor atau pelaku kejahatan promosi jabatan akan membuat hukuman terhadap mereka kehilangan efek jera. Sehingga mereka cenderung tidak merasa takut untuk kembali melakukan tindakan yang merugikan banyak orang tersebut. 
Dalam hubungannya dengan sistem birokrasi maka mantan narapidana yang masih tetap diberikan jabatan ditakutkan akan menularkan serta mewariskan nilai-nilai moral yang tidak baik yang akan berpengaruh bagi sitem kerja birokrasi. 

Jika apa yang disampaikan oleh Sekda tersebut ternyata benar, maka kita telah melakukan kesalahan besar yang harus diperbaiki. Namun jika hal tersebut dibiarkan saja atau sengaja menempatkan mereka di posisi yang strategis dengan maksud dan tujuan tertentu jelas hal ini kontradiktif dengan usaha pemerintah dalam usaha memberantas KKN dan tindakan kejahatan lainnya, karena hal ini sama saja  dengan memberi peluang bagi mereka untuk mengulangi kejahatan yang sudah pernah mereka lakukan sebelumnya. 

Tentunya kita tidak ingin slogan Jambi Ekonomi Maju, Aman, Adil dan Sejahtera atau yang lebih dikenal dengan sebutan Jambi Emas yang menjadi slogan Gubernur Provinsi Jambi hari ini dengan tujuan untuk memajukan masyarakat Provinsi Jambi tersandera oleh persoalan-persoalan hukum yang bisa jadi melibatkan orang-orang disekelilingnya. 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silakan tinggalkan komentar...