Jumat, 25 April 2014

Koalisi Untung Rugi

(Upaya Mengaburkan Nasib Rakyat)
Oleh: Mhd. Zaki, S.Sos., M.H.

Walaupun hasil resmi perhitungan suara dari Komisi Pemilihan Umum (KPU) belum diumumkan, namun dari berbagai hasil hitung cepat (quick count) terlihat bahwa PDIP masih menempati suara teratas. Dari hitung cepat yang dilakukan oleh Kompas (14/04/14), PDIP menempati urutan pertama dengan memperoleh 19,24% suara dari total 99% suara yang masuk, disusul partai Golkar dengan 15,01% suara berada di urutan kedua, Gerindra 11,77% suara di urutan ketiga, Demokrat 9,43 % suara, di urutan keempat, PKB 9,12% diurutan kelima, PAN 7,51% keenam, PKS 6,99% ketujuh, Nasdem 6,71% kedelapan, PPP 6,68% kesembilan, Hanura 5,1% kesepuluh, PBB 1,5% kesebelas, dan yang keduabelas adalah PKPI dengan perolehan suara 0,95%.

Dengan melihat hasil perolehan suara sementara, berbagai prediksi selama ini pun sepertinya meleset. Dengan hasil sementara ini, sedikit banyak telah mengubah peta politik di republik ini. Para calon presiden yang sebelumnya sudah digadang-gadangkan untuk menjadi presiden dan wakil presiden oleh sebagian partai politik, terpaksa harus mempertimbangkan kembali keputusan tersebut. Mengingat hasil perhitungan sementara belum ada yang memenuhi syarat untuk bisa mengusung Capres sendiri. Karena sesuai dengan ketentuan undang-undang bahwa untuk bisa mencalonkan Capres sendiri partai politik harus memiliki 25% suara sah nasional hasil pemilu legislatif atau sekitar 20% kursi di DPR.

Dengan hasil sementara ini, para bakal calon presiden pun semakin berhati-hati. Hal ini bisa dilihat bagaimana komunikasi politik antar partai semakin intensif dilakukan. Berbagai pertemuan diagendakan. Ada partai yang kelihatan agresif dengan berinisiatif mendatangi, ada pula yang terlihat menunggu untuk didatangi.

Seintensif apapun komunikasi politik yang dibangun oleh para petinggi partai sebenarnya tidak ada masalah bagi rakyat, asalkan murni untuk kepentingan bangsa dan negara. Karena rakyat juga memahami bahwa perlu adanya kesepahaman dalam mencari mitra koalisi. Apa lagi koalisi ini bukan koalisi uji coba, karena menyangkut nasib bangsa ini lima tahun ke depan. Jika saja salah memilih mitra koalisi, dikhawatirkan pemerintahan tidak akan bisa berjalan dengan baik. Hal semacam ini sudah pernah dialami beberapa waktu yang lalu, di mana terjadinya pecah kongsi antara partai koalisi, yang salah satu partai anggota koalisinya  di tengah jalan memilih jalan lain karena persoalan perbedaan kepentingan.

Masyarakat akan merasa jengkel jika pertimbangan keputusan untuk berkoalisi itu didasarkan atas untung rugi bagi partai politik yang berkoalisi semata dengan mengabaikan kepentingan nasional. Maka wajar saja jika masyarakat merasa jengkel dan khawatir akan hal yang seperti ini. Belum lagi berbagai masalah yang terjadi dalam proses Pemilihan Umum (Pemilu) kemarin. Mulai dari pelanggaran aturan kampanye, politik uang, sampai kepada ketidaksiapan penyelenggara pemilu.

Untung Rugi adalah Bisnis
Istilah untung rugi identik dengan dunia bisnis. Di dunia bisnis di belahan dunia manapun para pelaku bisnis tetap berusaha bagaimana mereka bisa mendapatkan untung yang sebesar-besarnya dengan modal yang sekecil-kecilnya, bahkan kalau bisa dengan tanpa modal.

Kondisi di lapangan, sudah menjadi rahasia umum bahwa untuk bisa duduk di legislatif membutuhkan dana yang tidak sedikit. Ini dibuktikan dengan laporan dana kampanye dari masing-masing caleg dan partai politik ke KPU serta indikasi adanya politik uang. Mustahil rasanya kalau modal besar yang telah mereka keluarkan untuk lolos duduk di legislatif tidak mereka usahakan untuk kembalikannya, apa lagi zaman sekarang tidak ada lagi yang diperoleh secara cuma-cuma.

Kita bisa membayangkan apa jadinya bangsa ini, jika para wakil rakyat maupun calon penyelenggara negara kita berorientasikan pada profit atau keuntungan semata. Bisa dipastikan bangsa ini akan hancur, nasib masyarakat tidak diperhatikan, yang ada justru mereka disibukkan dengan hitung-hitungan untung rugi untuk partai.

Koalisi untuk Kesejahteraan Rakyat

Koalisi harusnya tidak atas pertimbangan untung rugi bagi pribadi, golongan, atau pun partai politik. Namun yang perlu dipikirkan adalah bagaimana koalisi itu bisa mewujudkan cita-cita kolektif kita sebagai bangsa yang berdaulat yang jauh dari berbagai intervensi serta kepentingan pribadi, golongan maupun partai.

Boleh jadi format koalisi yang dipelopori oleh para elit partai saat ini hanya akan membahas sebatas jatah pejabat maupun jatah proyek untuk masing-masing partai koalisi. Kalau saja hal tersebut benar, lalu sampai kapan masyarakat kita akan terbebas dari lilitan kemiskinan?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silakan tinggalkan komentar...