Oleh: Mhd. Zaki, S.Sos., M.H.
Selain dikenal sebagai bangsa yang kaya akan nilai budayanya, Indonesia juga kaya dengan berbagai peribahasa yang merupakan bagian dari kekayaan berlisannya. Setiap ungkapan peribahasa, sepertinya tidak ada yang sia-sia. Semua menyiratkan makna yang dalam, serta dikemas secara halus dan santun. Ini pula yang menandakan bahwa masyarakat kita masih menjaga kesantunan berlisan. Termasuk peribahasa ‘mencari muka’, yang sebenarnya secara harfiah punya konotasi yang negatif, namun dituturkan dengan bahasa yang sedikit jauh lebih nyaman di telinga.
Selain dikenal sebagai bangsa yang kaya akan nilai budayanya, Indonesia juga kaya dengan berbagai peribahasa yang merupakan bagian dari kekayaan berlisannya. Setiap ungkapan peribahasa, sepertinya tidak ada yang sia-sia. Semua menyiratkan makna yang dalam, serta dikemas secara halus dan santun. Ini pula yang menandakan bahwa masyarakat kita masih menjaga kesantunan berlisan. Termasuk peribahasa ‘mencari muka’, yang sebenarnya secara harfiah punya konotasi yang negatif, namun dituturkan dengan bahasa yang sedikit jauh lebih nyaman di telinga.
Belakangan, seperti yang sering kita dengar di berbagai komentar pengamat di media massa, khususnya pengamat politik muncul pula terminologi ‘pencitraan’. Dimana terminologi ini sering dialamatkan dan diasosiasikan kepada pejabat publik, termasuk kepada presiden, menteri, maupun para politisi. Walaupun secara substansi ‘pencitraan’ punya makna yang tidak jauh berbeda dengan ‘mencari muka’.
Tidak tahu persis kapan sebenarnya terminologi ‘mencari muka’ ini muncul dan dipopulerkan sebagai peribahasa, namun kenyataannya dalam kehidupan bermasyarakat kita saat ini, hal tersebut masih bisa didengar dan kerap terjadi dalam kehidupan masyarakat. Seperti para menteri yang mencari muka pada presiden, para bawahan yang mencari muka pada atasan, para mahasiswa mencari muka pada dosen, para calon wakil rakyat mencari muka pada calon pemilih, dan ada banyak lagi contoh lain.
Peribahasa ‘mencari muka’ bisa dimaknai sebagai bentuk upaya seseorang yang ingin selalu tampil kelihatan baik di hadapan orang lain, dengan harapan ada respons positif dari orang lain. Respons tersebut bisa berupa pujian, sanjungan penghormatan terhadap dirinya atas apa yang ia lakukan. Sehingga terbangun persepsi positif tentang dirinya. Karena di dalamnya ada pengharapan tertentu terhadap kepentingan pribadi, maka hal ini jelas tidak dilatarbelakangi oleh rasa tulus dan ikhlas dari hati.
Usaha mencari muka dalam konteks ini, bisa dilakukan dengan berbagai cara. Salah satunya dengan memanfaatkan atau menggunakan orang lain. Misalnya seorang atasan yang memanfaatkan bawahannya, namun hasil kerja bawahannya tersebut diklaim seolah-olah hasil kerja dirinya sendiri, atau bahkan bantuan sebuah lembaga atau institusi yang diklaim sebagai bantuan pribadi, seperti sempat diberitakan bantuan bencana alam dari salah satu kementerian, namun di luarnya dipasang spanduk salah satu calon legislatif dari salah satu partai politik tertentu. Seolah-olah dirinyalah yang memberikan bantuan, padahal ia hanya sebatas membantu menyalurkan.
Umumnya memang, mencari muka sering dilakukan atas dasar motif tertentu yang skopnya lebih kecil, seperti kepentingan pribadi maupun kepentingan golongan. Biasanya terjadi dalam sistem birokrasi yang belum mapan. Dimana profesionalitas dan prestasi belum dijadikan acuan atau pertimbangan dalam menempatkan atau memilih seseorang. Berbeda dengan lingkungan lainnya, di lingkungan birokrasi, usaha mencari muka motifnya akan lebih mudah untuk ditebak, yakni erat kaitannya dengan incaran terhadap jabatan atau posisi tertentu.
Mencari Muka Sebuah Fenomena
Apa yang telah disebutkan di atas, tidak jarang ditemukan dalam kehidupan bermasyarakat. Apa lagi seperti yang kita ketahui saat ini, bahwa masyarakat kita yang sedang di rundung duka atas berbagai bencana, hal ini kemudian dimanfaatkan oleh para pejabat publik maupun para politisi. Tidak seperti biasanya, para politisi seolah-olah tidak mau ketinggalan momen untuk memanfaatkan kondisi masyarakat yang sedang di landa bencana. Mereka memberikan berbagai bantuan mulai dari makanan, susu bayi, selimut dan lain sebagainya. Sebagian dari mereka bahkan ada yang sengaja membawa awak media untuk sengaja diekspos. Walaupun tidak sedikit pula yang benar-benar ikhlas dengan hati ingin membantu.
Berkaca dari fenomena di atas, mencari muka dalam dimensi sosial menurut hemat penulis tentu saja adalah hal yang tidak patut. Apalagi dalam suasana masyarakat yang lagi dilanda bencana. Tidak ada larangan untuk bisa saling membantu, namun alangkah lebih baik dan lebih bijak lagi, jika motif di balik bantuan itu dikesampingkan dulu. Berikanlah bantuan itu dengan ikhlas tanpa mengharapkan balasan apapun, selanjutnya biarkanlah masyarakat yang akan menilai dan memutuskan, dengan demikian tentu akan lebih cantik dan elegan.
Mengenali Muka
Menjelang hajatan politik tentunya memberikan harapan positif pada masyarakat akan perubahan bangsa ini ke depan. Dapat dipastikan para calon wakil rakyat akan menempuh berbagai cara untuk mewujudkan hasrat untuk bisa duduk di parlemen. Untuk itu masyarakat juga diharapkan dapat ikut berpartisipasi dalam mengawasi pesta demokrasi tersebut serta lebih selektif dan benar-benar mengenali ‘muka’ para calon wakil rakyat yang diharapkan mampu menyuarakan aspirasi masyarakat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silakan tinggalkan komentar...