Kamis, 28 Maret 2013

Tanah Merah


Katamu tanah itu pernah menerbangkan semangat,
pernah menjadi tempat para jenderal mengatur strategi
sebelum berperang

maksudmu tanah itu?
Tanah  yang merahnya sekarang mulai memudar
karena air mata para balita yang kekurangan gizi

Tapi kenapa tadi sore tanah  merah itu kita  injak,
kita kangkangi lalu kita kencingi
bukankah  tanah  merah itu lahir dari rahim ibu pertiwi
rahim yang memberi kita tempat singgah.

Ada apa sesungguhnya dengan tali kolor kita?
sedemikian longgarkah?

hingga kita beramai-ramai  kencingi tanah  merah itu,
tanah tempat kita berbaring
memandang perang bintang antar jenderal
lalu dimana kita bisa melihat tanah yang berwarna merah itu lagi

Telanaipura, Mei 2010

Rabu, 20 Maret 2013

Nasib Para Guru Kita


Oleh: Mhd. Zaki, S.Sos., M.H.
Pekerjaan sebagai seorang guru merupakan tugas mulia. Begitu mulianya tugas para guru tersebut, maka pantas jika mereka dianugrahi gelar sebagai pahlawan tanpa tanda jasa. Karena mereka adalah para pejuang yang telah berjuang tanpa mengenal lelah dengan gigih di sekolah-sekolah dalam memberantas kebodohan serta membuka cakrawala anak didik dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. 
Penganugrahan gelar pahlawan tanpa tanda jasa bagi para guru ini, tentunya sangat beralasan. Bagaimana tidak, mereka selama ini telah dengan susah payah mencurahkan segala tenaga dan pikiran mereka untuk menuntun, mendidik, membina anak-anak didik di sekolah dengan penuh kesabaran dan ketekunan, walaupun dalam melaksanakan tugas mulia itu mereka harus berhadapan dengan berbagai tantangan dan cobaan. 

Seperti yang terjadi akhir-akhir ini, khususnya di kota Jambi. Hak mereka sebagai tenaga profesional oleh pemerintah kota belum juga bisa dipenuhi. Hak mereka atas tunjangan sertifikasi secara penuh belum mereka terima dengan berbagai alasan dari pihak terkait. Di antara mereka bahkan ada yang belum terima sama sekali. Perlakuan terhadap para guru yang seperti ini membuat kita harus mengelus-elus dada.

Seperti diketahui tugas seorang guru adalah mendidik atau mengajari para siswa-siswinya di lokal di sekolah-sekolah. Namun sayang akhir-akhir ini mereka menjadi sering turun ke jalan. Hal seperti ini terpaksa mereka lakukan, karena tidak ada pilihan lain. Keluh kesah mereka selama ini sepertinya tidak pernah didengarkan dan dianggap serius oleh pemerintah kota. 

Adalah wajar, jika para guru harus memperjuangkan hak mereka sebagai tenaga profesional atas pembayaran dana sertifikasi yang selama ini belum mereka terima secara penuh dan tepat waktu sebagaimana mestinya, seperti yang telah diatur dalam ketentuan peraturan perundang- undangan. 
Apa yang dilakukan oleh golongan profesional ini menjadi catatan serta peringatan tersendiri bagi pemerintah, dalam hal ini Dinas Pendidikan Kota Jambi untuk tidak semena-mena terhadap para guru, yang telah susah payah berjuang sekuat tenaga berkontribusi mencerdaskan kehidupan anak bangsa. Seperti diketahui baik buruknya mutu pendidikan salah satunya dipengaruhi oleh faktor kualitas guru sebagai tenaga pendidik. Hak mereka yang belum mereka terima bisa saja mempengaruhi keseriusan mereka dalam mengajar yang juga ikut mempengaruhi kualitas mengajar mereka di kelas.

Jangan Abaikan Hak Guru
Apa yang dilakukan oleh para guru bersertifikasi akhir-akhir ini tentu saja tidak muncul dengan tiba-tiba. Seperti pepatah mengatakan: “Mana mungkin ada asap kalau tidak ada api”. Begitu juga dengan apa yang terjadi dengan para guru bersertifikasi di Kota Jambi beberapa waktu yang lalu. Para guru sertifikasi yang menyalurkan aspirasinya bukanlah orang-orang sembarangan. Mereka adalah golongan profesional yang memiliki kemampuan dan keahlian di bidangnnya masing-masing, dan itu telah teruji dengan dinyatakan lulus ujian sertifikasi guru. Mereka turun ke jalan karena langkah diplomatis tidak menemui titik terang tentang kepastian kapan hak mereka akan dibayarkan.

Lagi pula para guru yang melakukan aksi dengan turun ke jalan tidaklah menuntut hal yang berlebihan kepada pemerintah. Mereka hanya menuntut hak mereka yang mestinya mereka terima setiap bulannya atas pekerjaan yang telah mereka lakukan untuk segera dibayarkan tepat waktu. Apa lagi anggaran untuk guru sertifikasi dari pemerintah pusat sudah di turunkan.

Pemerintah Kota Jambi sepertinya tidak punya alasan lagi untuk menunda-nunda pencairan dana sertifikasi untuk para guru yang telah dinyatakan lulus ujian sertifikasi tersebut, karena itu merupakan hak mereka. Kenyataan yang selama ini terjadi telah menimbulkan tanda tanya besar buat pemerintah kota. Ada atau tidak, keseriusan dari pemerintah kota Jambi dalam memperhatikan dan memperjuangkan nasib para guru dan nasib dunia pendidikan di kota Jambi ini? Karena ini akan berimplikasi terhadap keseriusan para guru dalam menjalankan tugas mereka sebagai pendidik di sekolah. Jika hak-hak mereka tidak diberikan, maka dikhawatirkan para guru akan kehilangan semangat untuk mengajar. 

Yang perlu dipikirkan oleh pemerintah adalah jangan sampai aksi yang dilakukan oleh para guru ini akan berlanjut dengan aksi mogok mengajar. Kalau sampai hal itu terjadi, tentu akan lebih fatal lagi karena akan sangat merugikan, khususnya bagi siswa-siswi kita dan wajah pendidikan di kota Jambi umumnya. Apa lagi sebentar lagi para siswa Sekolah Menengah (SMA) dan Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Sekolah Dasar (SD) akan menghadapi berbagai bentuk ujian, baik itu Ujian Sekolah (US) maupun Ujian Nasional (UN).  Tentunya untuk menghadapi itu semua diperlukan keseriusan semua pihak termasuk dinas pendidikan dan guru.

Perhatikan Nasib Guru
Pemerintah sudah seharusnya peka terhadap berbagai persoalan, baik permasalahan yang sudah muncul ke permukaan maupun yang berpotensi muncul. Sudah menjadi kewajiban pemerintah untuk mendengarkan dan memperjuangkan nasib para guru kita. Mereka harus mau mendengarkan keluh kesah mereka yang mungkin selama ini tidak pernah ditanggapi dengan serius. 

Dengan adanya aksi turun ke jalan sebagai bentuk kekecewaan yang dilakukan oleh para guru, setidaknya telah menguatkan dan membuktikan bahwa tidak adanya perhatian serius yang diperlihatkan oleh pemerintah dalam memperhatikan nasib mereka. Di samping itu terlihat pula tidak terbangunnya komunikasi yang baik antara para guru dengan dinas pendidikan yang seharusnya  menjadi mitra dalam memajukan pendidikan di kota Jambi. Ketahuilah bahwa para guru itu adalah aset yang perlu dijaga dan diperhatikan kesejahteraannya.


Jumat, 08 Maret 2013

Kelamin yang Berjalan


Cerpen: Mhd. Zaki 

Ia lahir sebagai wanita dewasa yang pemalu. Lahir dari keluarga sederhana dengan menggantungkan hidup dari kedua orang tuanya yang usianya sudah renta. Kalau diperkirakan, usia orang tuanya tidak kurang dari 150 tahun. Usia yang tidak biasa memang! Kalaulah orang-orang biasa, tentu tidak akan sanggup hidup selama itu. Namun keputusan untuk hidup lebih lama, terpaksa mereka ambil dengan pertimbangan berat yang menyayat. Adik-adiknya yang masih kecil-kecil perlu makan untuk tetap bisa terus melanjutkan hidup.
***
Pagi buta yang dingin lagi berkabut, sehabis salat subuh dengan segelas air putih yang mereka teguk untuk bertiga, mereka lalu bergegas meninggalkan rumah. Meninggalkan adik-adiknya yang masih tertidur lelap. Setelah sebelumnya ia dan kedua orang tuanya mengecup lembut kening kedua adik-adiknya yang tidur melingkar menahan rasa dingin, dan menyisakan dua potong singkong pemberian tetangga untuk sekadar pengganjal perut kedua adik-adiknya, saat mereka bangun dan menunggu kami pulang nantinya. Begitu ia menyayangi adik-adiknya. Padahal rasa kantuk masih menggantung di matanya. Di luar masih gelap. Udara juga masih terasa dingin. Namun mereka harus mengalahkan rasa itu semua. Karena kedua adiknya jauh lebih penting dari sekadar harus takluk dan tunduk oleh rasa kantuk, gelap dan rasa dingin yang menggigit. 

Setiap hari ia dan kedua orang tuanya menghabiskan waktu untuk memulung. Setiap hari pula ia berharap akan mendapatkan banyak sisa makanan yang dibuang oleh orang-orang kaya. Setiap bak sampah warga mereka datangi untuk mencari sesuatu yang mungkin masih bisa digunakan atau dimakan untuk menu makan malam bersama adik-adiknya yang dari tadi pagi menunggunya. 
Berat sekali hidup ini! Tidak seimbang antara keringat dan rasa lelah dengan hasil yang didapat. Sambil ia menghela napas mencoba memaknai hidup. Pekerjaan ini sengaja ia lakukan karena tidak ada pilihan lain untuk orang seperti mereka di kampungnya. Tanah ulayat yang sebenarnya bisa digarap untuk sekadar berkebun menanami tanaman muda untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari mereka, kini tidak ada lagi. Tanah ulayat itu sekarang sudah berpindah tangan. Orang-orang kaya itu telah memiliki tanah ulayat kampung kami. Entah dengan cara apa  tanah ulayat itu tiba-tiba berpindah tangan ke orang-orang kaya itu. Tapi sudahlah! Itu semua telah terjadi. Tidak perlu lagi aku harus menghabiskan waktu untuk memikirkan itu. Lagi pula orang-orang kaya itu punya arti bagi kami. Karena mereka tempat kami mencari makan. Walaupun dari sisa makanan yang telah mereka buang. Tapi cukuplah untuk jadi bekal adik-adikku menjelang mereka tumbuh besar.
***
Awalnya tidak ada yang menduga kalau ia memiliki rupa-rupa kelamin. Termasuk kedua orang tuanya, dan kedua saudaranya yang masih kecil-kecil. Ia sendiri sebelumnya tidak pernah memperhatikan rupa kelaminnya itu. Maklum, hampir tidak ada kesempatan baginya untuk memperhatikan itu, karena harus bekerja membanting tulang membantu kedua orang tuanya untuk bisa menghidupi keluarganya.
Suatu kesempatan yang berbeda. Ia begitu terkejut, setelah kedua matanya kompak tertuju pada kelaminnya. Matanya tak berkedip. Jantungnya berdebar-debar. Ia mulai berkeringat dengan perasaan yang bercampur. Alangkah uniknya punyaku! Ucapnya antara kaget dan penasaran. Ia terus memelototi kelaminnya yang menurutnya unik itu. Ia berusaha menyentuhnya sambil memastikan kebenaran apa yang telah dipelototi kedua belah matanya itu. Ternyata mataku tidak salah! Ia berusaha meyakinkan hatinya. 

Satu kelamin kelihatan tegak vertikal ke atas. Yang satunya lagi, terlihat melintang horizontal. “Yang benar saja!”. Rasa penasarannya yang makin menjadi. Kalau yang melintang vertikal ke atas mungkin itu sudah biasa bagi warga di kampungnya. Tapi kalau yang melintang horizontal seperti ini, ini yang pertama aku lihat. Wah!, mungkin akan mengerikan bagi sebagian orang yang belum pernah melihatnya. Atau bahkan mungkin malah sedang dicari oleh mereka yang hidup dari berpetualang kelamin. Ah! Aku tidak pernah menduga seperti ini. Tapi inilah yang terjadi padaku. Aku harus bisa menerima kenyataan ini. Ucapnya dalam hati. 

Tak sengaja kejadian aneh ini ternyata menjadi perbincangan orang-orang di kampungnya. Bahkan warga kampung sebelah rupanya juga sudah banyak yang tahu tentang ini. Sebagian mungkin ada yang penasaran ingin melihatnya. Bahkan ada yang sengaja datang rebutan hanya untuk berfoto mengabadikannya dan menjadikannya foto profil di media sosial. Keterlaluan mereka! Ternyata dugaanku benar. Kelaminku jadi dibawa-bawa. Tidak pernah diduga, makin hari kemaluanku semakin tenar, ia begitu di sebut-sebut, dan telah mengkhawatirkan para politisi yang tengah sibuk membangun citra partai. Maklum sebentar lagi pemilu. Padahal sama sekali tidak ada niat bagiku untuk membesar-besarkan kelaminku itu.

Akhirnya di semua media memajang foto kelaminku, tak terkecuali media jejaring sosial. Banyak sekali yang menyukainya dengan memberi jempol dan dengan komentar yang kadang menggelitik. Di media cetak, mereka memuatnya di halaman depan. Alangkah tenarnya kelaminku ini, hingga diberitakan sedemikian rupa. Aku bahkan pernah di kontak oleh pemilik stasiun TV nasional beberapa hari yang lalu. Mereka bermaksud untuk mewawancaraiku. Ah! Sudah bisa ku tebak. Mereka hanya ingin memanfaatkan ketenaran kelaminku saja untuk meraup keuntungan sebesar-besarnya. Terlalu ego mereka. Cibirannya dalam hati. 
Seandainya aku penuhi undangan mereka apa jadinya!? Bagaimana kalau nanti kedua orang tuaku dan kedua adikku sampai menonton acara ini. Dan mengetahui bahwa kelamin unik itu adalah kelaminku?! Tentu mereka akan kecewa padaku. Aku tidak ingin mengecewakan mereka. Hatinya berkecamuk hebat. Ada juga yang ingin menjadikan kelaminnya untuk menjadi ikon sebuah iklan. Entah iklan apa, ia tidak pernah tahu. 
***
Hari-harinya kini penuh dengan tawaran-tawaran yang menggiurkan. Apalagi untuk orang seperti dirinya, Maklum, orang seperti dirinya jangankan untuk menerima tawaran miliyaran rupiah, mendengar sebutan miliyaran rupiah saja baru kali ini. Silih berganti orang-orang yang datang menemuinya sambil menawarkan dan menjelaskan bentuk kontrak yang akan mereka tawarkan. Termasuk dari partai politik yang mulai kehilangan citra. Berusaha membujuk dengan menjanjikan kekuasaan dengan memanfaatkan ketenaran kelaminku. Mereka ingin mencalonkanku sebagai calon legislatif. Gila! Gumamnya. Wajar saja partai politik akan semakin terpuruk jika sistem rekrutmen kadernya seperti ini. Benar-benar gila!
***
Merasa dirinya sudah diperlakukan seperti kelamin lacur, yang bisa digilirkan kepada siapa saja yang hendak merasainya. Dengan berat hati, ia pun memutuskan untuk memotong kelaminnya itu. Ia pun akhirnya memajang kelaminnya di dinding dengan sebuah tulisan di bawahnya. “Mungkin inilah yang selama ini kalian cari. Agar kalian lebih mudah mencarinya tanpa harus menemuiku lagi, sengaja kelamin ini di pajang. Semoga kalian bisa mengeksplorasinya, seperti apa yang ada di pikiran kalian. Satu hal lagi yang perlu diingat, kalian tak lebih dari kelamin yang berjalan”. Semua mata saling menatap sambil melihat kelamin masing-masing. (*)

(Jaluko,R.24, 2013)

Senin, 04 Maret 2013

Pendekatan yang Keliru tentang Berhala


Oleh: Mhd. Zaki, S.Sos., M.H.

Pulau Berhala akhir-akhir ini tiba-tiba menjadi trending topics. Semua kalangan memperbincangkan Berhala dari berbagai perspektif. Mulai dari perspektif hukum, sosial, geografis maupun dalam perspektif sejarah. Tidak ada yang nampak salah, karena masing-masing dengan menggunakan argumen-argumen beserta bukti-bukti yang menguatkan serta meyakinkan tentunya. 

Kasus Berhala menjadi penting, karena berkaitan dengan sejarah masyarakat Jambi. Jadi wajar saja jika masyarakat Jambi, baik yang berada di Jambi maupun warga Jambi yang berada di daerah lain merasa kecewa atas keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang memiliki kewenangan dalam menguji undang-undang terhadap undang-undang dasar tersebut. 

Berbagai tulisan pun muncul dengan berbagai muatan dan pendekatan. Ada yang berusaha membela Pemprov Jambi dengan berbagai usahanya, dan ada pula yang mempertanyakan kredibilitas dan kapabilitas kinerja tim yang dibentuk oleh Pemprov. Jambi dalam menyelesaikan kasus ini. Terlepas dari itu semua Pulau Berhala kini telah menjadi milik Kepulauan Riau. Setidaknya ada beberapa pendekatan yang bisa digunakan untuk melihat kasus Berhala. 

Pendekatan Hukum 
Harus diakui bahwa negara kita adalah negara hukum. Dalam pengertian, bahwa setiap tindakan yang dilakukan oleh siapa pun yang ada di republik ini harus berpedoman pada ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Ketika bertentangan dengan ketentuan undang-undang, maka harus siap-siaplah dengan konsekuensinya. Itu di satu sisi. Namun di sisi lain kita juga jangan lupa, bahwa undang-undang adalah produk hukum yang diciptakan atau dihasilkan oleh manusia. Karena merupakan bentukan manusia, maka kemungkinan terjadinya kekeliruan itu akan selalu ada. Hal ini bukan bermaksud hendak mengabaikan pendekatan hukum yang telah di coba dan di bangun oleh Pemprov. Jambi dan MK dalam memutuskan perkara Berhala. 

Dalam berperkara, baik itu hakim pengadilan umum, pengadilan tindak pidana korupsi, maupun hakim konstitusi juga harus progresif dalam memutuskan perkara gugatan. Jangan sampai kita ikut menguatkan anekdot yang menyebutkan bahwa kita hanyalah robotnya undang-undang. Bagaimana layaknya sebuah robot yang identik dengan gerakannya yang kaku. Begitu juga dengan undang-undang. Jika ia tidak dipahami dengan berbagai pendekatan maka ia sama kakunya dengan robot. Padahal dengan mempertimbangkan berbagai pendekatan sebenarnya bisa membantu menguatkan sebuah keputusan. Namun agaknya usaha progresif seperti itu sampai hari ini belum begitu di ke depankan.

Pendekatan Sosial 
Dari pendekatan sosial, pada dasarnya bisa ditelusuri bagaimana kehidupan sosial masyarakat di Pulau Berhala tersebut. Hal ini bisa kita mulai dengan pertanyaan-pertanyaan sederhana. Mulai dari mencoba mencari jawaban dari pertanyaan dari mana asal sebagian besar penduduk yang sekarang tinggal atau bermukim di sana? 

Seperti diketahui masyarakat yang tinggal di sana ada yang datang  dari luar. Sungguh pun demikian kita masih bisa mengetahui dengan masyarakat mana mereka selama ini sering berinteraksi serta bersosialisasi. Kemudian sudah berapa lama mereka tinggal di sana. Pertanyaan-pertanyaan sederhana ini berkaitan dengan bagaimana mereka memenuhi kebutuhan hidup mereka sehari-hari. Kalau jawaban mereka adalah masyarakat Tanjung Jabung Timur (Tanjabtim) maka secara sosiologis mereka tidak bisa serta merta dipisahkan keterkaitannya dengan masyarakat Tanjabtim yang merupakan bagian dari Provinsi Jambi. 

Pendekatan Sejarah 
Pulau Berhala juga tidak bisa dipisahkan dari sejarah Jambi. Karena sejarah Datuk Paduka Berhala telah terekam oleh memori kolektif masyarakat Jambi sebagai pendahulu orang Jambi, dan Pulau Berhala sebagai bentuk buktinya. Beliau adalah pendiri Kerajaan Melayu Jambi pada masa itu, dan dari catatan sejarah beliau di makamkan di Bulau Berhala. Keberadaan makam beliau di Pulau Berhala jauh sebelum adanya undang-undang yang mengatur tentang batas wilayah antara Provinsi Jambi dengan Kepulauan Riau. Begitu juga dengan sebutan untuk Paduka Berhala, tentunya tidak bisa dilepaskan dari sejarah awal dinamainya Pulau Berhala. 

Maka dengan berbagai bukti sejarah seharusnya bisa digunakan di dalam memperkuat pembuktian kepemilikan Pulau Berhala sesungguhnya. Karena, kalau kita hanya menggunakan pendekatan hukum, maka sudah barang tentu akan sangat kental dengan persoalan kepentingan. Karena kita tahu bahwa undang-undang adalah produk politik yang tidak bisa lepas dari tarik menarik kepentingan. 

Dengan lepasnya Pulau Berhala dari Pangkuan Provinsi Jambi, tentu saja ada hubungannya dengan ketidakpahaman  kita terhadap sejarah Jambi. Khususnya bagi anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI daerah pemilihan Jambi dalam membahas undang-undang dan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) yang ikut menyuarakan serta mendorong kepentingan masyarakat Jambi di pusat. 

Sekali lagi, sejarah itu penting! Dengan lepasnya Berhala ini membuktikan ketidakmampuan Pemprov. Jambi meyakinkan para pihak khususnya hakim konstitusi dengan mengedepankan pendekatan sejarah. 

Dimuat di Opini Harian Pagi Jambi Ekspres, Sabtu 2 Maret 2013